Jumat, 14 Desember 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM KEOLAHRAGAAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2005
TENTANG
SISTEM KEOLAHRAGAAN NASIONAL


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. bahwa dalam rangka mengisi kemerdekaan dan
memajukan kesejahteraan umum perlu mewujudkan
kehidupan bangsa yang bermanfaat bagi pembangunan
yang berkeadilan dan demokratis secara bertahap dan
berkesinambungan;
c. bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
instrumen pembangunan nasional di bidang keolahragaan
merupakan upaya meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia secara jasmaniah, rohaniah, dan sosial dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur,
sejahtera, dan demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
d. bahwa pembinaan dan pengembangan keolahragaan
nasional yang dapat menjamin pemerataan akses
terhadap olahraga, peningkatan kesehatan dan
kebugaran, peningkatan prestasi, dan manajemen
keolahragaan yang mampu menghadapi tantangan serta
tuntutan perubahan kehidupan nasional dan global
memerlukan sistem keolahragaan nasional;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28 C ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM KEOLAHRAGAAN
NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan olahraga
yang memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan, pembinaan,
pengembangan, dan pengawasan.
2. Keolahragaan nasional adalah keolahragaan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai keolahragaan, kebudayaan
nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perkembangan
olahraga.
3. Sistem keolahragaan nasional adalah keseluruhan aspek
keolahragaan yang saling terkait secara terencana, sistimatis,
terpadu, dan berkelanjutan sebagai satu kesatuan yang meliputi
pengaturan, pendidikan, pelatihan, pengelolaan, pembinaan,
pengembangan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan
keolahragaan nasional.
4. Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong,
membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
5. Pelaku olahraga adalah setiap orang dan/atau kelompok orang yang
terlibat secara langsung dalam kegiatan olahraga yang meliputi
pengolahraga, pembina olahraga, dan tenaga keolahragaan.
6. Pengolahraga adalah orang yang berolahraga dalam usaha
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
7. Olahragawan adalah pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara
teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai
prestasi.
8. Pembina olahraga adalah orang yang memiliki minat dan
pengetahuan, kepemimpinan, kemampuan manajerial, dan/atau
pendanaan yang didedikasikan untuk kepentingan pembinaan dan
pengembangan olahraga.
9. Tenaga keolahragaan adalah setiap orang yang memiliki kualifikasi
dan sertifikat kompetensi dalam bidang olahraga.
10. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang keolahragaan.
11. Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang
dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan
berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian,
keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
12. Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk
kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan.
13. Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan
mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan
berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan
dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
14. Olahraga amatir adalah olahraga yang dilakukan atas dasar kecintaan
atau kegemaran berolahraga.
15. Olahraga profesional adalah olahraga yang dilakukan untuk
memperoleh pendapatan dalam bentuk uang atau bentuk lain yang
didasarkan atas kemahiran berolahraga.
16. Olahraga penyandang cacat adalah olahraga yang khusus dilakukan
sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau mental seseorang.
17. Prestasi adalah hasil upaya maksimal yang dicapai olahragawan atau
kelompok olahragawan (tim) dalam kegiatan olahraga.
18. Industri olahraga adalah kegiatan bisnis bidang olahraga dalam
bentuk produk barang dan/atau jasa.
19. Penghargaan olahraga adalah pengakuan atas prestasi di bidang
olahraga yang diwujudkan dalam bentuk material dan/atau
nonmaterial.
20. Prasarana olahraga adalah tempat atau ruang termasuk lingkungan
yang digunakan untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan
keolahragaan.
21. Sarana olahraga adalah peralatan dan perlengkapan yang digunakan
untuk kegiatan olahraga.
22. Doping adalah penggunaan zat dan/atau metode terlarang untuk
meningkatkan prestasi olahraga.
23. Pembinaan dan pengembangan keolahragaan adalah usaha sadar
yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan
keolahragaan.
24. Organisasi olahraga adalah sekumpulan orang yang menjalin kerja
sama dengan membentuk organisasi untuk penyelenggaraan
olahraga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
25. Induk organisasi cabang olahraga adalah organisasi olahraga yang
membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan satu cabang/jenis
olahraga atau gabungan organisasi cabang olahraga dari satu jenis
olahraga yang merupakan anggota federasi cabang olahraga
internasional yang bersangkutan.
26. Setiap orang adalah seseorang, orang perseorangan, kelompok
orang, kelompok masyarakat, atau badan hukum.
27. Standar nasional keolahragaan adalah kriteria minimal tentang
berbagai aspek yang berhubungan dengan pembinaan dan
pengembangan keolahragaan.
28. Standar kompetensi adalah standar nasional yang berkaitan dengan
kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk dapat dinyatakan
lulus dalam uji kompetensi.
29. Akreditasi adalah pemberian peringkat terhadap pemenuhan standar
nasional keolahragaan yang berkaitan dengan pembinaan dan
pengembangan keolahragaan.
30. Sertifikasi adalah proses pemberian pengakuan atas pemenuhan
standar nasional keolahragaan.
31. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat
32. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota.
33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
keolahragaan.
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Keolahragaan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Keolahragaan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan jasmani,
rohani, dan sosial serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang
bermartabat.
Pasal 4
Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai
moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina
persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta
mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN
Pasal 5
Keolahragaan diselenggarakan dengan prinsip:
a. demokratis, tidak diskriminatif dan menjunjung tinggi nilai keagamaan,
nilai budaya, dan kemajemukan bangsa;
b. keadilan sosial dan nilai kemanusiaan yang beradab;
c. sportivitas dan menjunjung tinggi nilai etika dan estetika;
d. pembudayaan dan keterbukaan;
e. pengembangan kebiasaan hidup sehat dan aktif bagi masyarakat;
f. pemberdayaan peran serta masyarakat;
g. keselamatan dan keamanan; dan
h. keutuhan jasmani dan rohani.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 6
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk:
a. melakukan kegiatan olahraga;
b. memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga;
c. memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga yang sesuai dengan
bakat dan minatnya;
d. memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan
pengembangan dalam keolahragaan;
e. menjadi pelaku olahraga; dan
f. mengembangkan industri olahraga.
Pasal 7
Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental mempunyai
hak untuk memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga khusus.
Pasal 8
Setiap warga negara berkewajiban untuk berperan serta dalam kegiatan
olahraga dan memelihara prasarana dan sarana olahraga serta
lingkungan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 9
(1) Orang tua mempunyai hak mengarahkan, membimbing, membantu,
dan mengawasi serta memperoleh informasi tentang perkembangan
keolahragaan anaknya.
(2) Orang tua berkewajiban memberikan dorongan kepada anaknya untuk
aktif berpartisipasi dalam olahraga.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 10
(1) Masyarakat mempunyai hak untuk berperan serta dalam perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan
keolahragaan.
(2) Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan keolahragaan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah
dan Pemerintah Daerah
Pasal 11
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai hak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan
keolahragaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban memberikan
pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya kegiatan
keolahragaan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
BAB V
TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 12
(1) Pemerintah mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan
kebijakan serta standardisasi bidang keolahragaan secara nasional.
(2) Pemerintah daerah mempunyai tugas untuk melaksanakan kebijakan
dan mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan keolahragaan
serta melaksanakan standardisasi bidang keolahragaan di daerah.
Pasal 13
(1) Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina,
mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan
keolahragaan secara nasional.
(2) Pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur,
membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi
penyelenggaraan keolahragaan di daerah.
Pasal 14
(1) Pelaksanaaan tugas penyelenggaraan keolahragaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 pada tingkat nasional dilakukan secara
terpadu dan berkesinambungan yang dikoordinasikan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2), pemerintah daerah membentuk sebuah dinas yang
menangani bidang keolahragaan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 15
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mewujudkan
tujuan penyelenggaraan keolahragaan nasional.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab
Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 sampai dengan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
RUANG LINGKUP OLAHRAGA
Pasal 17
Ruang lingkup olahraga meliputi kegiatan:
a. olahraga pendidikan;
b. olahraga rekreasi; dan
c. olahraga prestasi.
Pasal 18
(1) Olahraga pendidikan diselenggarakan sebagai bagian proses
pendidikan.
(2) Olahraga pendidikan dilaksanakan baik pada jalur pendidikan formal
maupun nonformal melalui kegiatan intrakurikuler dan/atau
ekstrakurikuler.
(3) Olahraga pendidikan dimulai pada usia dini.
(4) Olahraga pendidikan pada jalur pendidikan formal dilaksanakan pada
setiap jenjang pendidikan.
(5) Olahraga pendidikan pada jalur pendidikan nonformal dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
(6) Olahraga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat
(5) dibimbing oleh guru/dosen olahraga dan dapat dibantu oleh tenaga
keolahragaan yang disiapkan oleh setiap satuan pendidikan.
(7) Setiap satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
berkewajiban menyiapkan prasarana dan sarana olahraga pendidikan
sesuai dengan tingkat kebutuhan.
(8) Setiap satuan pendidikan dapat melakukan kejuaraan olahraga sesuai
dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara
berkala antarsatuan pendidikan yang setingkat.
(9) Kejuaraan olahraga antarsatuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) dapat dilanjutkan pada tingkat daerah, wilayah, nasional,
dan internasional.
Pasal 19
(1) Olahraga rekreasi dilakukan sebagai bagian proses pemulihan kembali
kesehatan dan kebugaran.
(2) Olahraga rekreasi dapat dilaksanakan oleh setiap orang, satuan
pendidikan, lembaga, perkumpulan, atau organisasi olahraga.
(3) Olahraga rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
a. memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani, dan kegembiraan;
b. membangun hubungan sosial; dan/atau
c. melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan
nasional.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban
menggali, mengembangkan, dan memajukan olahraga rekreasi.
(5) Setiap orang yang menyelenggarakan olahraga rekreasi tertentu yang
mengandung risiko terhadap kelestarian lingkungan, keterpeliharaan
sarana, serta keselamatan dan kesehatan wajib:
a. menaati ketentuan dan prosedur yang ditetapkan sesuai dengan
jenis olahraga; dan
b. menyediakan instruktur atau pemandu yang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis olahraga.
(6) Olahraga rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perkumpulan atau
organisasi olahraga.
Pasal 20
(1) Olahraga prestasi dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan
harkat dan martabat bangsa.
(2) Olahraga prestasi dilakukan oleh setiap orang yang memiliki bakat,
kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi.
(3) Olahraga prestasi dilaksanakan melalui proses pembinaan dan
pengembangan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan
dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat berkewajiban
menyelenggarakan, mengawasi, dan mengendalikan kegiatan
olahraga prestasi.
(5) Untuk memajukan olahraga prestasi, Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat dapat mengembangkan:
a. perkumpulan olahraga;
b. pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan;
c. sentra pembinaan olahraga prestasi;
d. pendidikan dan pelatihan tenaga keolahragaan;
e. prasarana dan sarana olahraga prestasi;
f. sistem pemanduan dan pengembangan bakat olahraga;
g. sistem informasi keolahragaan; dan
h. melakukan uji coba kemampuan prestasi olahragawan pada tingkat
daerah, nasional, dan internasional sesuai dengan kebutuhan.
(6) Untuk keselamatan dan kesehatan olahragawan pada tiap
penyelenggaraan, penyelenggara wajib menyediakan tenaga medis
dan/atau paramedis sesuai dengan teknis penyelenggaraan olahraga
prestasi.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan dan
pengembangan olahraga sesuai dengan kewenangan dan tanggung
jawabnya.
(2) Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pengolahraga, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan,
metode, prasarana dan sarana, serta penghargaan keolahragaan.
(3) Pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilaksanakan melalui
tahap pengenalan olahraga, pemantauan, pemanduan, serta
pengembangan bakat dan peningkatan prestasi.
(4) Pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilaksanakan melalui
jalur keluarga, jalur pendidikan, dan jalur masyarakat yang berbasis
pada pengembangan olahraga untuk semua orang yang berlangsung
sepanjang hayat.
Pasal 22
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga melalui
penetapan kebijakan, penataran/pelatihan, koordinasi, konsultasi,
komunikasi, penyuluhan, pembimbingan, pemasyarakatan, perintisan,
penelitian, uji coba, kompetisi, bantuan, pemudahan, perizinan, dan
pengawasan.
Pasal 23
(1) Masyarakat dapat melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga melalui berbagai kegiatan keolahragaan secara aktif, baik
yang dilaksanakan atas dorongan Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah, maupun atas kesadaran atau prakarsa sendiri.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga oleh masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perkumpulan
olahraga di lingkungan masyarakat setempat.
(3) Masyarakat dalam melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
membentuk organisasi cabang olahraga yang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini.
Pasal 24
Lembaga pemerintah maupun swasta berkewajiban menyelenggarakan
pembinaan dan pengembangan olahraga bagi karyawannya untuk
meningkatkan kesehatan, kebugaran dan kegembiraan serta kualitas dan
produktivitas kerja sesuai dengan kondisi masing-masing.
Bagian Kedua
Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Pendidikan
Pasal 25
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan
dan diarahkan sebagai satu kesatuan yang sistemis dan
berkesinambungan dengan sistem pendidikan nasional.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan
melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen olahraga
yang berkualifikasi dan memiliki sertifikat kompetensi serta didukung
prasarana dan sarana olahraga yang memadai.
(3) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan pada semua
jenjang pendidikan memberikan kebebasan kepada peserta didik
untuk melakukan kegiatan olahraga sesuai dengan bakat dan minat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan
dengan memperhatikan potensi, kemampuan, minat, dan bakat
peserta didik secara menyeluruh, baik melalui kegiatan intrakurikuler
maupun ekstrakurikuler.
(5) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara teratur, bertahap, dan
berkesinambungan dengan memperhatikan taraf pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik.
(6) Untuk menumbuhkembangkan prestasi olahraga di lembaga
pendidikan, pada setiap jalur pendidikan dapat dibentuk unit kegiatan
olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan dan pelatihan, sekolah
olahraga, serta diselenggarakannya kompetisi olahraga yang
berjenjang dan berkelanjutan.
(7) Unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan dan
pelatihan, atau sekolah olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
disertai pelatih atau pembimbing olahraga yang memiliki sertifikat
kompetensi dari induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan
dan/atau instansi pemerintah.
(8) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dapat
memanfaatkan olahraga rekreasi yang bersifat tradisional sebagai
bagian dari aktivitas pembelajaran.
Bagian Ketiga
Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Rekreasi
Pasal 26
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan dan
diarahkan untuk memassalkan olahraga sebagai upaya
mengembangkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan, kebugaran, kegembiraan, dan hubungan sosial.
(2) Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat dengan membangun dan memanfaatkan potensi sumber
daya, prasarana dan sarana olahraga rekreasi.
(3) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi yang bersifat
tradisional dilakukan dengan menggali, mengembangkan,
melestarikan, dan memanfaatkan olahraga tradisional yang ada dalam
masyarakat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan
berbasis masyarakat dengan memperhatikan prinsip mudah, murah,
menarik, manfaat, dan massal.
(5) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan
sebagai upaya menumbuhkembangkan sanggar-sanggar dan
mengaktifkan perkumpulan olahraga dalam masyarakat, serta
menyelenggarakan festival olahraga rekreasi yang berjenjang dan
berkelanjutan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Prestasi
Pasal 27
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilaksanakan dan
diarahkan untuk mencapai prestasi olahraga pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh induk organisasi cabang
olahraga, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah.
(3) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pelatih yang
memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi yang dapat dibantu oleh
tenaga keolahragaan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilaksanakan
dengan memberdayakan perkumpulan olahraga,
menumbuhkembangkan sentra pembinaan olahraga yang bersifat
nasional dan daerah, dan menyelenggarakan kompetisi secara
berjenjang dan berkelanjutan.
(5) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) melibatkan olahragawan muda potensial dari
hasil pemantauan, pemanduan, dan pengembangan bakat sebagai
proses regenerasi.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Amatir
Pasal 28
Pembinaan dan pengembangan olahraga amatir dilaksanakan dan
diarahkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 sampai dengan Pasal 27.
Bagian Keenam
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Profesional
Pasal 29
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilaksanakan
dan diarahkan untuk terciptanya prestasi olahraga, lapangan kerja,
dan peningkatan pendapatan.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilakukan oleh
induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga
profesional.
Bagian Ketujuh
Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Penyandang Cacat
Pasal 30
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan dan diarahkan untuk meningkatkan kesehatan, rasa
percaya diri, dan prestasi olahraga.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan oleh organisasi olahraga penyandang cacat yang
bersangkutan melalui kegiatan penataran dan pelatihan serta
kompetisi yang berjenjang dan berkelanjutan pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi olahraga
penyandang cacat yang ada dalam masyarakat berkewajiban
membentuk sentra pembinaan dan pengembangan olahraga khusus
penyandang cacat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi berdasarkan jenis olahraga khusus bagi
penyandang cacat yang sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau
mental seseorang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengembangan olahraga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 30 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENGELOLAAN KEOLAHRAGAAN
Pasal 32
(1) Pengelolaan sistem keolahragaan nasional merupakan tanggung
jawab Menteri.
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional, standar keolahragaan
nasional, serta koordinasi dan pengawasan terhadap pengelolaan
keolahragaan nasional.
Pasal 33
Pemerintah provinsi melaksanakan kebijakan keolahragaan, perencanaan,
koordinasi, pembinaan, pengembangan, penerapan standardisasi,
penggalangan sumber daya, dan pengawasan.
Pasal 34
(1) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan perencanaan, pembinaan,
pengembangan, penerapan standardisasi, dan penggalangan sumber
daya keolahragaan yang berbasis keunggulan lokal.
(2) Pemerintah kabupaten/kota wajib mengelola sekurang-kurangnya satu
cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan/atau
internasional.
Pasal 35
(1) Dalam pengelolaan keolahragaan, masyarakat dapat membentuk
induk organisasi cabang olahraga.
(2) Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mendirikan cabang-cabangnya di provinsi dan
kabupaten/kota.
Pasal 36
(1) Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 membentuk suatu komite olahraga nasional.
(2) Pengorganisasian komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Induk organisasi cabang olahraga dan komite olahraga nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri.
(4) Komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) mempunyai tugas:
a. membantu Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam
bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi pada tingkat nasional;
b. mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga, organisasi
olahraga fungsional, serta komite olahraga provinsi dan komite
olahraga kabupaten/kota;
c. melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan
olahraga prestasi berdasarkan kewenangannya; dan
d. melaksanakan dan mengoordinasikan kegiatan multikejuaraan
olahraga tingkat nasional.
Pasal 37
(1) Pengelolaan olahraga pada tingkat provinsi dilakukan oleh pemerintah
provinsi dengan dibantu oleh komite olahraga provinsi.
(2) Komite olahraga provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk oleh induk organisasi cabang olahraga provinsi dan bersifat
mandiri.
(3) Pengorganisasian komite olahraga provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
(1) Pengelolaan olahraga pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu oleh komite olahraga
kabupaten/kota.
(2) Komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk oleh induk organisasi cabang olahraga kabupaten/kota dan
bersifat mandiri.
(3) Pengorganisasian komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota mempunyai
tugas:
a. membantu pemerintah daerah dalam membuat kebijakan daerah di
bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi;
b. mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga dan organisasi
olahraga fungsional;
c. melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi; dan
d. menyiapkan, melaksanakan, dan mengoordinasikan keikutsertaan
cabang olahraga prestasi dalam kegiatan olahraga yang bersifat lintas
daerah dan nasional.
Pasal 40
Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite
olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan
jabatan struktural dan jabatan publik.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keolahragaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 40 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYELENGGARAAN KEJUARAAN OLAHRAGA
Pasal 42
Setiap penyelenggaraan kejuaraan olahraga yang dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat wajib
memperhatikan tujuan keolahragaan nasional serta prinsip
penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 43
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 meliputi:
a. kejuaraan olahraga tingkat kabupaten/kota, tingkat wilayah, tingkat
provinsi, dan tingkat nasional;
b. pekan olahraga daerah, pekan olahraga wilayah, dan pekan olahraga
nasional;
c. kejuaraan olahraga tingkat internasional; dan
d. pekan olahraga internasional.
Pasal 44
(1) Keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 butir (d) bertujuan untuk
mewujudkan persahabatan dan perdamaian dunia serta untuk
meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui pencapaian
prestasi.
(2) Keikutsertaan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Komite Olimpiade Indonesia atau National Olympic
Committee sebagaimana telah diakui oleh International Olympic
Committee.
(3) Komite Olimpiade Indonesia meningkatkan dan memelihara
kepentingan Indonesia, serta memperoleh dukungan masyarakat
untuk mengikuti Olympic Games, Asian Games, South East Asia
Games, dan pekan olahraga internasional lain.
(4) Komite Olimpiade Indonesia bekerja sesuai dengan peraturan
International Olympic Committee, Olympic Council of Asia, South East
Asia Games Federation, dan organisasi olahraga internasional lain
yang menjadi afiliasi Komite Olimpiade Indonesia dengan tetap
memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43 bertujuan:
a. memasyarakatkan olahraga;
b. menjaring bibit atlet potensial;
c. meningkatkan kesehatan dan kebugaran;
d. meningkatkan prestasi olahraga;
e. memelihara persatuan dan kesatuan bangsa; dan
f. meningkatkan ketahanan nasional.
Pasal 46
(1) Pekan olahraga nasional diselenggarakan secara periodik dan
berkesinambungan.
(2) Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pekan
olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
menugasi komite olahraga nasional selaku penyelenggara.
(3) Pemerintah daerah yang ditetapkan sebagai penyelenggara
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekan olahraga nasional.
Pasal 47
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43 dilakukan dengan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas.
Pasal 48
(1) Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
penyelenggaraan pekan olahraga daerah.
(2) Induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 butir (a) dan butir (c).
(3) Organisasi olahraga penyandang cacat bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pekan olahraga penyandang cacat.
Pasal 49
(1) Induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat internasional.
(2) Penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Pemerintah.
Pasal 50
(1) Pengajuan Indonesia sebagai calon tuan rumah penyelenggara pekan
olahraga internasional diusulkan oleh Komite Olimpiade Indonesia
setelah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.
(2) Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pekan
olahraga internasional yang dilaksanakan di Indonesia.
(3) Penyelenggaraan pekan olahraga internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditugaskan pelaksanaannya kepada Komite
Olimpiade Indonesia.
Pasal 51
(1) Penyelenggara kejuaraan olahraga wajib memenuhi persyaratan
teknis kecabangan, kesehatan, keselamatan, dan ketentuan daerah
setempat.
(2) Penyelenggara kejuaraan olahraga yang mendatangkan langsung
massa penonton wajib mendapatkan rekomendasi dari induk
organisasi cabang olahraga yang bersangkutan dan memenuhi
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyelenggara kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib memiliki penanggung jawab kegiatan.
(4) Setiap orang dan/atau badan hukum asing dapat menyelenggarakan
kejuaraan olahraga di Indonesia dalam bentuk kemitraan dengan induk
organisasi cabang olahraga nasional.
(5) Setiap penonton dalam kejuaraan olahraga wajib menjaga, menaati,
dan/atau mematuhi peraturan perundangan mengenai ketertiban dan
keamanan.
(6) Perlakuan pajak pertambahan nilai atas jasa penyelenggaraan
kejuaraan atau kegiatan olahraga dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang perpajakan.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Olimpiade Indonesia,
penyelenggaraan pekan olahraga nasional, tanggung jawab pemerintah
daerah dan induk organisasi cabang olahraga, penyelenggaraan pekan
olahraga internasional, dan persyaratan penyelenggaraan kejuaraan
olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 46, Pasal 48,
Pasal 50, dan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PELAKU OLAHRAGA
Bagian Satu
Olahragawan
Pasal 53
(1) Olahragawan meliputi olahragawan amatir dan olahragawan
profesional.
(2) Olahragawan penyandang cacat merupakan olahragawan yang
melaksanakan olahraga khusus.
Pasal 54
(1) Olahragawan amatir melaksanakan kegiatan olahraga yang menjadi
kegemaran dan keahliannya.
(2) Olahragawan amatir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai hak:
a. meningkatkan prestasi melalui klub dan/atau perkumpulan
olahraga;
b. mendapatkan pembinaan dan pengembangan sesuai dengan
cabang olahraga yang diminati;
c. mengikuti kejuaraan olahraga pada semua tingkatan setelah melalui
seleksi dan/atau kompetisi;
d. memperoleh kemudahan izin dari instansi untuk mengikuti kegiatan
keolahragaan daerah, nasional, dan internasional; dan
e. beralih status menjadi olahragawan profesional.
Pasal 55
(1) Olahragawan profesional melaksanakan kegiatan olahraga sebagai
profesi sesuai dengan keahliannya.
(2) Setiap orang dapat menjadi olahragawan profesional setelah
memenuhi persyaratan:
a. pernah menjadi olahragawan amatir yang mengikuti kompetisi
secara periodik;
b. memenuhi ketentuan ketenagakerjaan yang dipersyaratkan;
c. memenuhi ketentuan medis yang dipersyaratkan; dan
d. memperoleh pernyataan tertulis tentang pelepasan status dari
olahragawan amatir menjadi olahragawan profesional yang
diketahui oleh induk organisasi cabang olahraga yang
bersangkutan.
(3) Setiap olahragawan profesional mempunyai hak untuk:
a. didampingi oleh, antara lain, manajer, pelatih, tenaga medis,
psikolog, dan ahli hukum;
b. mengikuti kejuaraan pada semua tingkatan sesuai dengan
ketentuan;
c. mendapatkan pembinaan dan pengembangan dari induk
organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga profesional, atau
organisasi olahraga fungsional; dan
d. mendapatkan pendapatan yang layak.
Pasal 56
(1) Olahragawan penyandang cacat melaksanakan kegiatan olahraga
khusus bagi penyandang cacat.
(2) Setiap olahragawan penyandang cacat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berhak untuk:
a. meningkatkan prestasi melalui klub dan/atau perkumpulan
olahraga penyandang cacat;
b. mendapatkan pembinaan cabang olahraga sesuai dengan kondisi
kelainan fisik dan/atau mental; dan
c. mengikuti kejuaraan olahraga penyandang cacat yang bersifat
daerah, nasional, dan internasional setelah melalui seleksi
dan/atau kompetisi.
Pasal 57
Setiap olahragawan berkewajiban:
a. menjunjung tinggi nilai luhur dan nama baik bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengedepankan sikap sportivitas dalam setiap kegiatan olahraga yang
dilaksanakan;
c. ikut menjaga upaya pelestarian lingkungan hidup; dan
d. menaati peraturan dan kode etik yang berlaku dalam setiap cabang
olahraga yang diikuti dan/atau yang menjadi profesinya.
Pasal 58
(1) Olahragawan amatir memperoleh pembinaan dan pengembangan dari
induk organisasi cabang olahraga amatir.
(2) Olahragawan profesional memperoleh pembinaan dan pengembangan
dari cabang olahraga profesional dan/atau bergabung dalam cabang
olahraga amatir yang dinaungi oleh suatu lembaga mandiri yang
dibentuk oleh Pemerintah.
(3) Olahragawan penyandang cacat memperoleh pembinaan dan
pengembangan dari organisasi olahraga penyandang cacat.
Pasal 59
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan olahragawan dapat
dilaksanakan perpindahan olahragawan antarperkumpulan, antardaerah,
dan antarnegara.
Bagian Kedua
Pembina Olahraga
Pasal 60
(1) Pembina olahraga meliputi pembina perkumpulan, induk organisasi,
atau lembaga olahraga pada tingkat pusat dan tingkat daerah yang
telah dipilih/ditunjuk menjadi pengurus.
(2) Pembina olahraga melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam organisasi.
Pasal 61
(1) Pembina olahraga berhak memperoleh peningkatan pengetahuan,
keterampilan, penghargaan, dan bantuan hukum.
(2) Pembina olahraga berkewajiban:
a. melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap
organisasi olahraga, olahragawan, tenaga keolahragaan, dan
pendanaan keolahragaan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengembangan olahraga sesuai
dengan prinsip penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 62
Pembina olahraga warga negara asing yang bertugas dalam setiap
organisasi olahraga dan/atau lembaga olahraga wajib:
a. memiliki kualifikasi dan kompetensi;
b. mendapatkan rekomendasi dari induk organisai cabang olahraga yang
bersangkutan; dan
c. mendapatkan izin dari instansi pemerintah yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Tenaga Keolahragaan
Pasal 63
(1) Tenaga keolahragaan terdiri atas pelatih, guru/dosen, wasit, juri,
manajer, promotor, administrator, pemandu, penyuluh, instruktur,
tenaga medis dan para medis, ahli gizi, ahli biomekanika, psikolog,
atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan kegiatan olahraga.
(2) Tenaga keolahragaan yang bertugas dalam setiap organisasi olahraga
dan/atau lembaga olahraga wajib memiliki kualifikasi dan sertifikat
kompetensi yang dikeluarkan oleh induk organisasi cabang olahraga
yang bersangkutan dan/atau instansi pemerintah yang berwenang.
(3) Tenaga keolahragaan bertugas menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan keolahragaan sesuai dengan bidang keahlian dan/atau
kewenangan tenaga keolahragaan yang bersangkutan.
(4) Pengadaan tenaga keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui penataran dan/atau pelatihan oleh lembaga
yang khusus untuk itu.
Pasal 64
Tenaga keolahragaan dalam melaksanakan profesinya berhak untuk
mendapatkan:
a. pembinaan, pengembangan, dan peningkatan keterampilan melalui
pelatihan;
b. jaminan keselamatan;
c. peningkatan karier, pelayanan kesejahteraan, bantuan hukum,
dan/atau penghargaan.
Pasal 65
Tenaga keolahragaan asing yang bertugas pada setiap organisasi
olahraga dan/atau lembaga olahraga wajib:
a. memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi;
b. mendapatkan rekomendasi dari induk organisasi cabang olahraga
yang bersangkutan; dan
c. mendapatkan izin dari instansi pemerintah yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai alih status olahragawan, olahragawan
profesional, perpindahan olahragawan, pembina olahraga warga negara
asing, dan tenaga keolahragaan warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, Pasal 59, Pasal 62, dan Pasal 65
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PRASARANA DAN SARANA OLAHRAGA
Pasal 67
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab
atas perencanaan, pengadaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan
pengawasan prasarana olahraga.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana
olahraga sesuai dengan standar dan kebutuhan Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(3) Jumlah dan jenis prasarana olahraga yang dibangun harus
memperhatikan potensi keolahragaan yang berkembang di daerah
setempat.
(4) Prasarana olahraga yang dibangun di daerah wajib memenuhi jumlah
dan standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penetapan prasarana olahraga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Presiden.
(6) Badan usaha yang bergerak dalam bidang pembangunan perumahan
dan permukiman berkewajiban menyediakan prasarana olahraga
sebagai fasilitas umum dengan standar dan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Pemerintah yang selanjutnya diserahkan kepada
pemerintah daerah sebagai aset/milik pemerintah daerah setempat.
(7) Setiap orang dilarang meniadakan dan/atau mengalihfungsikan
prasarana olahraga yang telah menjadi aset/milik Pemerintah atau
pemerintah daerah tanpa rekomendasi Menteri dan tanpa izin atau
persetujuan dari yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Pemerintah membina dan mendorong pengembangan industri sarana
olahraga dalam negeri.
(2) Setiap orang atau badan usaha yang memproduksi sarana olahraga
wajib memperhatikan standar teknis sarana olahraga dari cabang
olahraga yang bersangkutan.
(3) Sarana olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diproduksi,
diperjualbelikan, dan/atau disewakan untuk masyarakat umum, baik
untuk pelatihan maupun untuk kompetisi wajib memenuhi standar
kesehatan dan keselamatan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(4) Produsen wajib memberikan informasi tertulis tentang bahan baku,
penggunaan, dan pemanfaatan sarana olahraga untuk memberikan
pelindungan kesehatan dan keselamatan.
(5) Perlakuan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan
atas barang mewah untuk sarana olahraga diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan
perpajakan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PENDANAAN KEOLAHRAGAAN
Pasal 69
(1) Pendanaan keolahragaan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran
keolahragaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 70
(1) Sumber pendanaan keolahragaan ditentukan berdasarkan prinsip
kecukupan dan keberlanjutan.
(2) Sumber pendanaan keolahragaan dapat diperoleh dari:
a. masyarakat melalui berbagai kegiatan berdasarkan ketentuan yang
berlaku;
b. kerja sama yang saling menguntungkan;
c. bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
d. hasil usaha industri olahraga; dan/atau
e. sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 71
(1) Pengelolaan dana keolahragaan dilakukan berdasarkan pada prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2) Dana keolahragaan yang dialokasikan dari Pemerintah dan
pemerintah daerah dapat diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan keolahragaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 71 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 73
Pengaturan pajak bagi setiap orang yang memberikan dukungan dana
untuk pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang
perpajakan.
BAB XIII
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI KEOLAHRAGAAN
Pasal 74
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melakukan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara berkelanjutan
untuk memajukan keolahragaan nasional.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat
membentuk lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi keolahragaan yang bermanfaat untuk memajukan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional.
(3) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui penelitian,
pengkajian, alih teknologi, sosialisasi, pertemuan ilmiah, dan kerja
sama antarlembaga penelitian, baik nasional maupun internasional
yang memiliki spesialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan.
(4) Hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disosialisasikan dan diterapkan untuk
kemajuan olahraga.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 75
(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam kegiatan keolahragaan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai
dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan.
(3) Masyarakat dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, tenaga
sukarela, penggerak, pengguna hasil, dan/atau pelayanan kegiatan
olahraga.
(4) Masyarakat ikut serta mendorong upaya pembinaan dan
pengembangan keolahragaan.
BAB XV
KERJA SAMA DAN INFORMASI KEOLAHRAGAAN
Pasal 76
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat saling bekerja
sama dalam bidang keolahragaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan tujuan keolahragaan nasional dan prinsip keterbukaan,
efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat
menyelenggarakan kerja sama internasional dalam bidang
keolahragaan dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 77
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional.
(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah
mengembangkan pusat informasi keolahragaan nasional dengan
memanfaatkan media massa dan media lain serta museum
keolahragaan nasional.
(3) Pemerintah daerah berdasarkan kewenangan dan kemampuan yang
dimiliki dapat mengembangkan dan mengelola informasi keolahragaan
sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
BAB XVI
INDUSTRI OLAHRAGA
Pasal 78
Setiap pelaksanaan industri olahraga yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat wajib memperhatikan tujuan
keolahragaan nasional serta prinsip penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 79
(1) Industri olahraga dapat berbentuk prasarana dan sarana yang
diproduksi, diperjualbelikan, dan/atau disewakan untuk masyarakat.
(2) Industri olahraga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang
olahraga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional yang
meliputi:
a. kejuaraan nasional dan internasional;
b. pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional;
c. promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau
d. keagenan, layanan informasi, dan konsultansi keolahragaan.
(3) Masyarakat yang melakukan usaha industri olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat bermitra dengan
Pemerintah, pemerintah daerah, organisasi olahraga, dan/atau
organisasi lain, baik dalam negeri maupun luar negeri.
(4) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
masyarakat membentuk badan usaha sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Masyarakat yang melakukan usaha industri jasa olahraga
memperhatikan kesejahteraan pelaku olahraga dan kemajuan
olahraga.
Pasal 80
(1) Pembinaan dan pengembangan industri olahraga dilaksanakan melalui
kemitraan yang saling menguntungkan agar terwujud kegiatan
olahraga yang mandiri dan profesional.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan kemudahan
pembentukan sentra-sentra pembinaan dan pengembangan industri
olahraga.
(3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi pewujudan
kemitraan pelaku industri olahraga dengan media massa dan media
lainnya.
BAB XVII
STANDARDISASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Standardisasi
Pasal 81
(1) Standar nasional keolahragaan meliputi:
a. standar kompetensi tenaga keolahragaan;
b. standar isi program penataran/pelatihan tenaga keolahragaan;
c. standar prasarana dan sarana;
d. standar pengelolaan organisasi keolahragaan;
e. standar penyelenggaraan keolahragaan; dan
f. standar pelayanan minimal keolahragaan.
(2) Standar nasional keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus ditingkatkan secara berencana dan berkelanjutan.
(3) Standar nasional keolahragaan digunakan sebagai acuan
pengembangan keolahragaan nasional.
(4) Pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar
nasional keolahragaan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga
mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 82
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan dan peringkat
program penataran/pelatihan tenaga keolahragaan dan organisasi
olahraga.
(2) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria objektif yang bersifat terbuka.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai
bentuk akuntabilitas publik.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 83
(1) Sertifikasi dilakukan untuk menentukan:
a. kompetensi tenaga keolahragaan;
b. kelayakan prasarana dan sarana olahraga; dan
c. kelayakan organisasi olahraga dalam melaksanakan kejuaraan.
(2) Hasil sertifikasi berbentuk sertifikat kompetensi dan sertifikat
kelayakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan/atau lembaga
mandiri yang berwenang serta induk organisasi cabang olahraga yang
bersangkutan sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan kepada seseorang sebagai pengakuan
setelah lulus uji kompetensi.
(4) Sertifikat kelayakan diberikan kepada organisasi, prasarana, dan
sarana olahraga.
Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII
DOPING
Pasal 85
(1) Doping dilarang dalam semua kegiatan olahraga.
(2) Setiap induk organisasi cabang olahraga dan/atau lembaga/organisasi
olahraga nasional wajib membuat peraturan doping dan disertai
sanksi.
(3) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah.
BAB XIX
PENGHARGAAN
Pasal 86
(1) Setiap pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga
pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan/atau
berjasa dalam memajukan olahraga diberi penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, organisasi olahraga, organisasi lain,
dan/atau perseorangan.
(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa,
asuransi, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan,
kewarganegaraan, warga kehormatan, jaminan hari tua,
kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi
penerima penghargaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan dan bentuk
penghargaan serta pelaksanaan pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Presiden.
BAB XX
PENGAWASAN
Pasal 87
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan
pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas.
(3) Pengawasan dan pengendalian olahraga profesional dilakukan oleh
lembaga mandiri yang dibentuk oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XXI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 88
(1) Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah
dan mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga.
(2) Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui
pengadilan yang sesuai dengan yurisdiksinya.
BAB XXII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 89
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan kejuaraan olahraga tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan
kerusakan dan/atau gangguan keselamatan pihak lain, setiap orang
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengalihfungsikan atau meniadakan prasarana
olahraga yang telah ada, baik sebagian maupun seluruhnya tanpa izin
sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (7), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
BAB XXIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 90
Pada saat Undang-Undang ini dinyatakan mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang keolahragaan
dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan perundang-undangan
dimaksud tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-
Undang ini.
BAB XXIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini
harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak
diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Jumat, 19 Oktober 2012

saatnya guru keluar dari posisi nyaman

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 16 TAHUN 2009
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN
REFORMASI BIROKRASI,
Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya sudah tidak sesuai dengan
perkembangan profesi dan tuntutan kompetensi Guru;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu mengatur
kembali Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3890);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
2
Tahun 2003 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4586);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang
Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Gaji
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3098), sebagaimana telah
sebelas kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 21);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3176);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang
3
Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4332);;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4192);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4193);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4019);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
4
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4941);
16. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 20 Tahun 2008;
17. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999 tentang Rumpun
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
Memperhatikan : 1. Usul Menteri Pendidikan Nasional dengan surat Nomor
175/MPN/KP/2007 tanggal 15 November 2007;
2. Pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara dengan
surat Nomor K 26-30/V 165-1/93 tanggal 23 Desember 2008;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA
KREDITNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi ini yang dimaksud dengan:
1. Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang
lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
2. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
5
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
3. Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan Guru dalam menyusun rencana
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang bermutu, menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran, menyusun dan melaksanakan program
perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik.
4. Kegiatan bimbingan adalah kegiatan Guru dalam menyusun rencana
bimbingan, melaksanakan bimbingan, mengevaluasi proses dan hasil
bimbingan, serta melakukan perbaikan tindak lanjut bimbingan dengan
memanfaatkan hasil evaluasi.
5. Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi
Guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan
untuk meningkatkan profesionalitasnya.
6. Tim penilai Jabatan Fungsional Guru adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dan bertugas menilai
prestasi kerja Guru.
7. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi
nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang Guru dalam rangka
pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
8. Penilaian kinerja Guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama
Guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
9. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah
dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan
negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau
daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
10. Program induksi adalah kegiatan orientasi, pelatihan di tempat kerja,
pembimbingan, dan praktik pemecahan berbagai permasalahan dalam proses
pembelajaran bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Guru.
BAB II
RUMPUN JABATAN, JENIS GURU, KEDUDUKAN,
DAN TUGAS UTAMA
Pasal 2
Jabatan Fungsional Guru adalah jabatan tingkat keahlian termasuk dalam rumpun
pendidikan tingkat taman kanak-kanak, dasar, lanjutan, dan sekolah khusus.
6
Pasal 3
Jenis Guru berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya meliputi:
a. Guru Kelas;
b. Guru Mata Pelajaran; dan
c. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.
Pasal 4
(1) Guru berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang
pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu pada jenjang pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
(2) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam peraturan ini, adalah
jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 5
(1) Tugas utama Guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
(2) Beban kerja Guru untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
dan/atau melatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua
puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap
muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Beban kerja Guru bimbingan dan konseling/konselor adalah mengampu
bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik
dalam 1 (satu) tahun.
BAB III
KEWAJIBAN, TANGGUNGJAWAB, DAN WEWENANG
Pasal 6
Kewajiban Guru dalam melaksanakan tugas adalah:
a. merencanakan pembelajaran/bimbingan, melaksanakan pembelajaran/
bimbingan yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran/
bimbingan, serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
c. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar belakang keluarga, dan
7
status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
Guru, serta nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 7
Guru bertanggungjawab menyelesaikan tugas utama dan kewajiban sebagai
pendidik sesuai dengan yang dibebankan kepadanya.
Pasal 8
Guru berwenang memilih dan menentukan materi, strategi, metode, media
pembelajaran/bimbingan dan alat penilaian/evaluasi dalam melaksanakan proses
pembelajaran/bimbingan untuk mencapai hasil pendidikan yang bermutu sesuai
dengan kode etik profesi Guru.
BAB IV
INSTANSI PEMBINA DAN TUGAS INSTANSI PEMBINA
Pasal 9
Instansi pembina Jabatan Fungsional Guru adalah Departemen Pendidikan
Nasional.
Pasal 10
Instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai tugas
membina Jabatan Fungsional Guru menurut peraturan perundang-undangan
dengan fungsi antara lain:
a. penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru;
b. penyusunan pedoman formasi Jabatan Fungsional Guru;
c. penetapan standar kompetensi Guru;
d. pengusulan tunjangan Jabatan Fungsional Guru;
e. sosialisasi Jabatan Fungsional Guru serta petunjuk pelaksanaannya;
f. penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis fungsional
Guru;
g. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis dan penetapan
sertifikasi Guru;
h. pengembangan sistem informasi Jabatan Fungsional Guru;
i. fasilitasi pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru;
j. fasilitasi pembentukan organisasi profesi dan penyusunan kode etik Guru; dan
k. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru.
8
BAB V
UNSUR DAN SUB UNSUR KEGIATAN
Pasal 11
Unsur dan sub unsur kegiatan Guru yang dinilai angka kreditnya adalah:
a. Pendidikan, meliputi:
1. pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah; dan
2. pendidikan dan pelatihan (diklat) prajabatan dan memperoleh surat tanda
tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan atau sertifikat
termasuk program induksi.
b. Pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu, meliputi:
1. melaksanakan proses pembelajaran, bagi Guru Kelas dan Guru Mata
Pelajaran;
2. melaksanakan proses bimbingan, bagi Guru Bimbingan dan Konseling;
dan
3. melaksanakan tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
c. Pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi:
1. pengembangan diri:
a) diklat fungsional; dan
b) kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau
keprofesian Guru;
2. publikasi Ilmiah:
a) publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada
bidang pendidikan formal; dan
b) publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman Guru;
3. karya Inovatif:
a) menemukan teknologi tepat guna;
b) menemukan/menciptakan karya seni;
c) membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum; dan
d) mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan
sejenisnya;
d. Penunjang tugas Guru, meliputi:
1. memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang
diampunya;
2. memperoleh penghargaan/tanda jasa; dan
3. melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas Guru, antara lain :
9
a) membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/
ekstrakurikuler dan sejenisnya;
b) menjadi organisasi profesi/kepramukaan;
c) menjadi tim penilai angka kredit; dan/atau
d) menjadi tutor/pelatih/instruktur.
BAB VI
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 12
(1) Jenjang Jabatan Fungsional Guru dari yang terendah sampai dengan yang
tertinggi, yaitu:
a. Guru Pertama;
b. Guru Muda;
c. Guru Madya; dan
d. Guru Utama.
(2) Jenjang pangkat Guru untuk setiap jenjang jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), yaitu:
a. Guru Pertama:
1. Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b;
b. Guru Muda:
1. Penata, golongan ruang III/c; dan
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c. Guru Madya:
1. Pembina, golongan ruang IV/a;
2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
d. Guru Utama:
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
(3) Jenjang pangkat untuk masing-masing Jabatan Fungsional Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah jenjang pangkat dan jabatan
berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki untuk masing-masing jenjang
jabatan.
(4) Penetapan jenjang Jabatan Fungsional Guru untuk pengangkatan dalam
jabatan ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah
10
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sehingga
dimungkinkan pangkat dan jabatan tidak sesuai dengan pangkat dan jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB VII
RINCIAN KEGIATAN DAN UNSUR YANG DINILAI
Pasal 13
(1) Rincian kegiatan Guru Kelas sebagai berikut:
a. menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
b. menyusun silabus pembelajaran;
c. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
d. melaksanakan kegiatan pembelajaran;
e. menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
f. menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran di
kelasnya;
g. menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan
memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;
i. melaksanakan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi tanggung
jawabnya;
j. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil
belajar tingkat sekolah dan nasional;
k. membimbing guru pemula dalam program induksi;
l. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
m. melaksanakan pengembangan diri;
n. melaksanakan publikasi ilmiah; dan
o. membuat karya inovatif.
(2) Rincian kegiatan Guru Mata Pelajaran sebagai berikut:
a. menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
b. menyusun silabus pembelajaran;
c. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
d. melaksanakan kegiatan pembelajaran;
e. menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
f. menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran
yang diampunya;
g. menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan
11
memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;
i. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil
belajar tingkat sekolah dan nasional;
j. membimbing guru pemula dalam program induksi;
k. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
l. melaksanakan pengembangan diri;
m. melaksanakan publikasi ilmiah; dan
n. membuat karya inovatif.
(3) Rincian kegiatan Guru Bimbingan dan Konseling sebagai berikut:
a. menyusun kurikulum bimbingan dan konseling;
b. menyusun silabus bimbingan dan konseling;
c. menyusun satuan layanan bimbingan dan konseling;
d. melaksanakan bimbingan dan konseling per semester;
e. menyusun alat ukur/lembar kerja program bimbingan dan konseling;
f. mengevaluasi proses dan hasil bimbingan dan konseling;
g. menganalisis hasil bimbingan dan konseling;
h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan tindak lanjut bimbingan dan
konseling dengan memanfaatkan hasil evaluasi;
i. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil
belajar tingkat sekolah dan nasional;
j. membimbing guru pemula dalam program induksi;
k. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
l. melaksanakan pengembangan diri;
m. melaksanakan publikasi ilmiah; dan
n. membuat karya inovatif.
(4) Guru selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2),
atau ayat (3) dapat melaksanakan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah sebagai:
a. kepala sekolah/madrasah;
b. wakil kepala sekolah/madrasah;
c. ketua program keahlian atau yang sejenisnya;
d. kepala perpustakaan sekolah/madrasah;
e. kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya pada
sekolah/madrasah; dan
f. pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan inklusi.
12
Pasal 14
(1) Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit terdiri atas:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
(2) Unsur utama, terdiri atas:
a. pendidikan;
b. pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain
yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah; dan
c. pengembangan keprofesian berkelanjutan.
(3) Unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas Guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d.
(4) Rincian kegiatan dan angka kredit masing-masing kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) adalah sebagaimana tersebut
dalam Lampiran I.
Pasal 15
(1) Penilaian kinerja Guru dari sub unsur pembelajaran atau pembimbingan dan
tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan didasarkan atas aspek
kualitas, kuantitas, waktu, dan biaya.
(2) Penilaian kinerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
nilai dan sebutan sebagai berikut:
a. nilai 91 sampai dengan 100 disebut amat baik;
b. nilai 76 sampai dengan 90 disebut baik;
c. nilai 61 sampai dengan 75 disebut cukup;
d. nilai 51 sampai dengan 60 disebut sedang; dan
e. nilai sampai dengan 50 disebut kurang.
(3) Nilai kinerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonversikan ke
dalam angka kredit yang harus dicapai, sebagai berikut:
a. sebutan amat baik diberikan angka kredit sebesar 125% dari jumlah
angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
b. sebutan baik diberikan angka kredit sebesar 100% dari jumlah angka
kredit yang harus dicapai setiap tahun;
c. sebutan cukup diberikan angka kredit sebesar 75% dari jumlah angka
kredit yang harus dicapai setiap tahun;
d. sebutan sedang diberikan angka kredit sebesar 50% dari jumlah angka
kredit yang harus dicapai setiap tahun;
13
e. sebutan kurang diberikan angka kredit sebesar 25% dari jumlah angka
kredit yang harus dicapai setiap tahun.
(4) Jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) adalah jumlah angka kredit kumulatif minimal sebagaimana
tersebut pada lampiran II, III, IV, VI, VII, dan VIII dikurangi jumlah angka kredit
pengembangan keprofesian berkelanjutan dan unsur penunjang yang
dipersyaratkan untuk setiap jenjang jabatan/pangkat dan dibagi 4 (empat).
(5) Penilaian kinerja Guru diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional.
Pasal 16
(1) Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh setiap
Pegawai Negeri Sipil untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat Guru
adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran II dengan ketentuan :
a. paling kurang 90% (sembilan puluh persen) angka kredit berasal dari
unsur utama; dan
b. paling banyak 10% (sepuluh persen) angka kredit berasal dari unsur
penunjang.
(2) Untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dari Guru Pertama,
pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama,
pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e wajib melakukan kegiatan
pengembangan keprofesian berkelanjutan yang meliputi sub unsur
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif.
Pasal 17
(1) Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a yang akan naik
pangkat menjadi Guru Pertama, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan
ruang III/b angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling
sedikit 3 (tiga) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(2) Guru Pertama, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b yang
akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru Muda, pangkat Penata,golongan
ruang III/c angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat,
paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau
karya inovatif, dan paling sedikit 3 (tiga) angka kredit dari sub unsur
pengembangan diri.
(3) Guru Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c yang akan naik pangkat
menjadi Guru Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d angka
14
kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 6 (enam)
angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling
sedikit 3 (tiga) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(4) Guru Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d yang akan naik
jabatan/pangkat menjadi Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a
angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat, paling
sedikit 8 (delapan) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya
inovatif, dan paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur
pengembangan diri.
(5) Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a yang akan naik pangkat
menjadi Guru Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b angka
kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 12 (dua
belas) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan
paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(6) Guru Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b yang akan naik
pangkat menjadi Guru Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan
ruang IV/c angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling
sedikit 12 (dua belas) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau
karya inovatif, dan paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur
pengembangan diri.
(7) Guru Madya, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/c yang akan
naik jabatan/pangkat menjadi Guru Utama, pangkat Pembina Utama Madya,
golongan ruang IV/d, angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan
jabatan/pangkat, paling sedikit 14 (empat belas) angka kredit dari sub unsur
publiksi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 5 (lima) angka kredit
dari sub unsur pengembangan diri.
(8) Guru Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d yang akan
naik pangkat menjadi Guru Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang
IV/e angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit
20 (dua puluh) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya
inovatif, dan paling sedikit 5 (lima) angka kredit dari sub unsur pengembangan
diri.
(9) Guru Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c yang akan
naik jabatan/pangkat menjadi Guru Utama, pangkat Pembina Utama Madya,
golongan ruang IV/d wajib melaksanakan presentasi ilmiah.
15
Pasal 18
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus, dapat diberikan tambahan angka kredit
setara untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi 1 (satu) kali selama masa
kariernya sebagai Guru.
(2) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat telah bertugas
selama 2 (dua) tahun secara terus menerus di daerah khusus.
Pasal 19
Guru yang memiliki prestasi kerja luar biasa baiknya dan dedikasi luar biasa diberi
penghargaan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi.
Pasal 20
(1) Guru yang secara bersama membuat karya tulis/ilmiah di bidang
pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu, diberikan angka kredit dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila terdiri dari 2 (dua) orang penulis maka pembagian angka
kreditnya adalah 60% (enam puluh persen) untuk penulis utama dan 40%
(empat puluh persen) untuk penulis pembantu.
b. Apabila terdiri dari 3 (tiga) orang penulis maka pembagian angka kreditnya
adalah 50% (lima puluh persen) untuk penulis utama dan masing-masing
25% (dua puluh lima persen) untuk penulis pembantu.
c. Apabila terdiri dari 4 (tiga) orang penulis maka pembagian angka kreditnya
adalah 40% (empat puluh persen) untuk penulis utama dan masingmasing
20% (dua puluh persen) untuk penulis pembantu.
(2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
banyak 3 (tiga) orang.
BAB VIII
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 21
(1) Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, Guru wajib mencatat
dan menginventarisasikan seluruh kegiatan yang dilakukan.
(2) Penilaian dan penetapan angka kredit terhadap Guru dilakukan paling kurang
1 (satu) kali dalam setahun.
(3) Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat Guru yang
akan dipertimbangkan untuk naik pangkat dilakukan paling kurang 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) tahun, yaitu 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan pangkat
Pegawai Negeri Sipil.
16
Pasal 22
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit adalah:
a. Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat
eselon I bagi Guru Madya pangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b
sampai dengan Guru Utama pangkat Pembina Utama golongan ruang
IV/e di lingkungan instansi pusat dan daerah serta Guru Pertama pangkat
Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama pangkat
Pembina Utama golongan ruang IV/e yang diperbantukan pada sekolah
Indonesia di luar negeri;
b. Direktur Jenderal Departemen Agama yang membidangi pendidikan
terkait bagi Guru Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di
lingkungan Departemen Agama;
c. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama bagi Guru Muda pangkat
Penata golongan ruang III/c sampai dengan Guru Muda pangkat Penata
Tingkat I golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Wilayah Departemen
Agama.
d. Kepala Kantor Departemen Agama bagi Guru Pertama pangkat Penata
Muda golongan ruang III/a dan pangkat Penata Muda Tingkat I golongan
ruang III/b di lingkungan Kantor Departemen Agama.
e. Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Guru
Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru
Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan Provinsi;
f. Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi
Guru Pertama, pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan
Guru Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan
Kabupaten/Kota.
g. Pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Guru
Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru
Madya pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan instansi pusat
di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.
(2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dibantu oleh:
a. Tim Penilai Tingkat Pusat bagi Menteri Pendidikan Nasional yang
selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat.
b. Tim Penilai Direktorat Jenderal Departemen Agama yang membidangi
pendidikan terkait, yang selanjutnya disebut Tim Penilai Departemen
Agama.
c. Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya Tim
17
Penilai Kantor Wilayah.
d. Tim Penilai Kantor Departemen Agama, yang selanjutnya disebut Tim
Penilai Kantor Departemen.
e. Tim Penilai Tingkat Provinsi bagi Gubernur, yang selanjutnya disebut Tim
Penilai Provinsi.
f. Tim Penilai Tingkat Kabupaten/Kota bagi Bupati/ Walikota yang
selanjutnya disebut Tim Penilai Kabupaten/Kota.
g. Tim Penilai Instansi Pusat di luar Departemen Pendidikan Nasional dan
Departemen Agama, yang selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi.
(3) Tim Penilai Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari
unsur Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 23
(1) Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru terdiri dari unsur teknis, dan pejabat
fungsional Guru.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai sebagai berikut:
a. seorang ketua merangkap anggota dari unsur teknis;
b. seorang wakil ketua merangkap anggota;
c. seorang sekretaris merangkap anggota dari unsur kepegawaian; dan
d. paling kurang 4 (empat) orang anggota.
(3) Syarat Anggota Tim Penilai adalah:
a. menduduki jabatan dan pangkat paling rendah sama dengan jabatan dan
pangkat Guru yang dinilai;
b. memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja Guru; dan
c. dapat aktif melakukan penilaian.
(4) Anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru harus lulus pendidikan dan
pelatihan calon tim penilai dan mendapat sertifikat dari Menteri Pendidikan
Nasional.
Pasal 24
(1) Apabila Tim Penilai Kantor Departemen Agama belum dapat dibentuk,
penilaian angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Kantor
Departemen Agama terdekat, Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama
yang bersangkutan, atau Tim Penilai Departemen Agama.
(2) Apabila Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama belum dapat
dibentuk, penilaian angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai
18
Kantor Wilayah Departemen Agama terdekat, Tim Penilai Departemen
Agama.
(3) Apabila Tim Penilai Kabupaten/Kota belum dapat dibentuk, penilaian angka
kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Kabupaten/Kota lain terdekat
atau Tim Penilai Provinsi yang bersangkutan atau Tim Penilai Unit Kerja.
(4) Apabila Tim Penilai Provinsi belum dapat dibentuk, penilaian angka kredit
Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Provinsi lain terdekat atau Tim
Penilai Unit Kerja.
(5) Apabila Tim Penilai Departemen Agama belum dapat dibentuk, penilaian
angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Unit Kerja.
(6) Pembentukan dan susunan Anggota Tim Penilai ditetapkan oleh:
a. Menteri Pendidikan Nasional untuk Tim Penilai Pusat;
b. Direktur Jenderal yang membidangi pendidikan terkait pada Departemen
Agama untuk Tim Penilai Departemen Agama;
c. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama untuk Tim Penilai Kantor
Wilayah Departemen Agama;
d. Kepala Kantor Departemen Agama untuk Tim Penilai Kantor Departemen
Agama;
e. Gubernur untuk Tim Penilai Provinsi;
f. Bupati/Walikota untuk Tim Penilai Kabupaten/Kota; dan
g. Pimpinan Unit Kerja yang membidangi pendidikan setingkat eselon I di
luar Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk Tim
Penilai Instansi.
Pasal 25
(1) Masa jabatan Anggota Tim Penilai adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk masa jabatan berikutnya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi Anggota Tim Penilai dalam 2 (dua)
masa jabatan berturut-turut, dapat diangkat kembali setelah melampaui
tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan.
(3) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai yang ikut dinilai, maka Ketua Tim
Penilai dapat mengangkat Anggota Tim Penilai Pengganti.
Pasal 26
Tata kerja dan tata cara penilaian Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan Nasional selaku Pimpinan Instasi Pembina Jabatan
Fungsional Guru.
19
Pasal 27
Usul penetapan angka kredit Guru diajukan oleh:
a. Pimpinan unit kerja instansi Provinsi yang membidangi kepegawaian (paling
rendah eselon II), pimpinan unit kerja instansi Kabupaten/Kota yang
membidangi kepegawaian (paling rendah eselon II), pimpinan unit kerja
instansi pusat yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon II),
Direktur Jenderal yang membidangi pendidikan terkait Departemen Agama
kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk angka kredit Guru Madya, pangkat
Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b sampai dengan Guru Utama, pangkat
Pembina Utama golongan ruang IV/e di lingkungan instansi pusat dan daerah;
b. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau pejabat yang
membidangi pendidikan kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk angka
kredit Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai
dengan Guru Utama, pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e yang
diperbantukan pada sekolah Indonesia di luar negeri;
c. Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian di lingkungan Kantor
Wilayah Departemen Agama kepada Direktur Jenderal yang membidangi
pendidikan terkait Departemen Agama untuk angka kredit Guru Madya,
pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan Departemen Agama.
d. Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian di lingkungan Kantor
Wilayah Departemen Agama kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama untuk angka kredit Guru Muda pangkat Penata golongan ruang III/c
sampai dengan pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d di lingkungan
Kantor Wilayah Departemen Agama.
e. Pejabat eselon IV yang membidangi kepegawaian di lingkungan Kantor
Departemen Agama kepada Kepala Kantor Departemen Agama untuk angka
kredit Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a dan pangkat
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b di lingkungan Kantor Departemen
Agama.
f. Pimpinan instansi Provinsi yang membidangi kepegawaian (paling rendah
eselon III) kepada Gubernur untuk angka kredit Guru Pertama pangkat Penata
20
Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya pangkat Pembina,
golongan ruang IV/a di lingkungan Provinsi.
g. Pimpinan instansi Kabupaten/Kota yang membidangi kepegawaian (paling
rendah eselon III) kepada Bupati/Walikota untuk angka kredit Guru Pertama,
pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya,
pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kabupaten/Kota.
h. Pimpinan instansi pusat di luar Departemen Pendidikan Nasional dan
Departemen Agama yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon III)
kepada Menteri yang bersangkutan untuk angka kredit Guru Pertama, pangkat
Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya, pangkat
Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan instansi pusat.
Pasal 28
(1) Angka kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit, digunakan untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan/pangkat
Guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Keputusan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, tidak dapat
diajukan keberatan oleh Guru yang bersangkutan.
BAB IX
PENGANGKATAN DALAM JABATAN FUNGSIONAL GURU
Pasal 29
Pejabat yang berwenang mengangkat Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
Fungsional Guru, adalah pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 30
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam Jabatan
Fungsional Guru harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. berijazah paling rendah Sarjana (S1) atau Diploma IV, dan bersertifikat
pendidik;
b. pangkat paling rendah Penata Muda golongan ruang III/a;
c. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah bernilai baik dalam 1 (satu)
tahun terakhir; dan
d. memiliki kinerja yang baik yang dinilai dalam masa program induksi.
(2) Pengangkatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengangkatan yang dilakukan untuk mengisi lowongan formasi Jabatan
21
Fungsional Guru melalui pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil;
(3) Program induksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur lebih
lanjut oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 31
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Guru dilaksanakan sesuai
dengan formasi Jabatan Fungsional Guru, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Pusat dalam Jabatan Fungsional Guru
dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru yang
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian
Negara;
b. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam Jabatan Fungsional Guru
dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan
tertulis Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur
negara dan setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Pasal 32
(1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam Jabatan
Fungsional Guru dapat dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
Pasal 31;
b. memiliki pengalaman sebagai Guru paling singkat 2 (dua) tahun;
c. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun; dan
d. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling rendah bernilai baik dalam 1 (satu)
tahun terakhir.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang dimiliki, dan jenjang
Jabatan Fungsional Guru ditetapkan sesuai dengan jumlah angka kredit yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.
(3) Jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dari
unsur utama dan unsur penunjang.
22
BAB X
PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI,
DAN PEMBERHENTIAN DARI JABATAN FUNGSIONAL GURU
Pasal 33
Pejabat yang berwenang membebaskan sementara, mengangkat kembali, dan
memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari Jabatan Fungsional Guru,
adalah pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
Guru dibebaskan sementara dari jabatannya apabila:
a. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berupa jenis hukuman
disiplin penurunan pangkat;
b. diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil;
c. ditugaskan secara penuh di luar Jabatan Fungsional Guru;
d. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
e. melaksanakan tugas belajar selama 6 bulan atau lebih.
Pasal 35
(1) Guru yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 huruf a, huruf d, dan huruf e, dapat diangkat
kembali dalam Jabatan Fungsional Guru.
(2) Guru yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf b, diangkat kembali dalam Jabatan Fungsional Guru apabila
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman pidana
percobaan.
(3) Guru yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf c, dapat diangkat kembali dalam Jabatan Fungsional Guru apabila
berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun.
(4) Pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional Guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), menggunakan angka kredit terakhir yang dimiliki dan
dapat ditambah angka kredit dari publikasi ilmiah dan karya inovatif yang
diperoleh selama pembebasan sementara.
Pasal 36
Guru diberhentikan dari jabatannya apabila dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat
dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali hukuman disiplin berat
berupa penurunan pangkat.
23
BAB XI
S A N K S I
Pasal 37
(1) Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri Pendidikan Nasional
dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional,
dan maslahat tambahan.
(2) Guru yang terbukti memperoleh penetapan angka kredit (PAK) dengan cara
melawan hukum diberhentikan sebagai Guru dan wajib mengembalikan
seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, maslahat tambahan dan
penghargaan sebagai Guru yang pernah diterima setelah yang bersangkutan
memperoleh dan mempergunakan penetapan angka kredit (PAK) tersebut.
(3) Pengaturan sanksi lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
(1) Dengan berlakunya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi ini, jenjang jabatan fungsional setiap Guru
disesuaikan dengan jenjang jabatan fungsional Guru sebagaimana dimaksud
Pasal 12 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi ini.
(2) Penyesuaian jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang.
(3) Prestasi kerja yang telah dilakukan Guru sampai dengan ditetapkannya
petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi ini, dinilai berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993.
Pasal 39
(1) Pada saat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi ini ditetapkan, Guru yang masih memiliki pangkat
Pengatur Muda, golongan ruang II/a sampai pangkat Pengatur Tingkat I,
golongan ruang II/d melaksanakan tugas sebagai Guru Pertama dan
penilaian prestasi kerjanya sebagaimana tersebut dalam Lampiran V
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
24
Birokrasi ini.
(2) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila melaksanakan kegiatan
pengembangan keprofesian berkelanjutan dan kegiatan penunjang tugas
Guru, diberikan angka kredit sebagaimana tersebut dalam Lampiran V
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi ini.
(3) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila :
a. memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang
tugas yang diampu, disesuaikan dengan jenjang jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini; dan
b. naik pangkat menjadi pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a,
disesuaikan dengan jenjang jabatan/pangkat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(4) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah angka kredit kumulatif
minimal yang harus dipenuhi untuk kenaikan jabatan/pangkat Guru untuk:
a. Guru yang berijazah SLTA/Diploma I adalah sebagaimana tersebut dalam
Lampiran VI Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Dan Reformasi Birokrasi ini;
b. Guru yang berijazah Diploma II adalah sebagaimana tersebut dalam
Lampiran VII Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Dan Reformasi Birokrasi ini; dan
c. Guru yang berijazah Diploma III adalah sebagaimana tersebut dalam
Lampiran VIII Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Dan Reformasi Birokrasi ini.
Pasal 40
(1) Pada saat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi ini ditetapkan Guru yang memiliki pangkat paling rendah
Penata Muda, golongan ruang III/a dan belum memiliki ijazah Sarjana
(S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu, disesuaikan
dengan jenjang jabatan/pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Dan Reformasi Birokrasi ini.
(2) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b dan Pasal 40
25
ayat (1) apabila tidak memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai
dengan bidang tugas yang diampu, kenaikan pangkat setinggi-tingginya
adalah Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, atau pangkat terakhir yang
dimiliki.
Pasal 41
(1) Guru yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a sampai dengan
Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d pada saat Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini berlaku, sampai
dengan akhir tahun 2015 belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV
melaksanakan tugas utama Guru sebagai Guru Pertama dengan sistem
kenaikan pangkat menggunakan angka kredit sebagaimana tercantum pada
lampiran V Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi ini.
(2) Guru yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a sampai dengan
Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d pada saat Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini berlaku, sampai
dengan akhir tahun 2015 belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV, dan
belum mencapai pangkat Penata Muda golongan ruang III/a, tetap
melaksanakan tugas utama Guru sebagai Guru Pertama.
(3) Guru yang belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), apabila memperoleh ijazah Sarjana
(S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu, diberikan
angka kredit sebesar 65% (enam puluh lima persen) angka kredit kumulatif
diklat, tugas utama, dan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan
ditambah angka kredit ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan
bidang tugas yang diampu dengan tidak memperhitungkan angka kredit dari
kegiatan penunjang.
(4) Guru yang belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sudah
memiliki pangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b ke atas, apabila
memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas
yang diampu diberikan angka kredit sebesar 100% dari tugas utama dan
pengembangan keprofesian berkelanjutan ditambah angka kredit ijazah
Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu,
dengan memperhitungkan angka kredit unsur penunjang sesuai pada
lampiran VIII Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
26
Reformasi Birokrasi ini.
(5) Guru yang memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang tidak sesuai
dengan bidang tugas yang diampu, diberikan angka kredit sesuai pada
lampiran I Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi ini.
Pasal 42
Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Guru golongan II adalah
sebagai berikut:
a. Kepala Kantor Departemen Agama bagi Guru mata pelajaran Pendidikan
Agama dan Guru pada madrasah.
b. pimpinan unit kerja yang membidangi pendidikan setingkat eselon II bagi Guru
di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Depertemen Agama.
c. Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Guru di lingkungan provinsi.
d. Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Guru di lingkungan
kabupaten/kota.
Pasal 43
Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat berwenang sebagaimana dimaksud
pada Pasal 42 dibantu oleh Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (2) huruf d, e, f, dan g.
Pasal 44
Usul penetapan angka kredit Guru golongan II diajukan oleh:
a. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Departemen
Agama bagi Guru mata pelajaran Pendidikan Agama dan Guru pada
madrasah.
b. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada pimpinan unit kerja yang
membidangi pendidikan setingkat eselon II bagi Guru di instansi di luar
Departemen Pendidikan Nasional dan Depertemen Agama.
c. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada Kepala Dinas yang membidangi
pendidikan di kabupaten/kota bagi Guru di lingkungan kabupaten/kota.
d. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada Kepala Dinas yang membidangi
pendidikan di provinsi bagi Guru di lingkungan provinsi.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
27
Negara Dan Reformasi Birokrasi ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Pendidikan
Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 46
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Dan Reformasi Birokrasi ini, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 47
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 November 2009
MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI,
E. E. MANGINDAAN
PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 16 TAHUN 2009
TANGGAL: 10 November 2009
NO UNSUR SUB UNSUR KODE SATUAN HASIL
ANGKA
KREDIT
PELAKSANA
1 1. 1.1 01 Ijazah 200 Semua Jenjang
1.2 02 Ijazah 150 Semua Jenjang
1.3 03 Ijazah 100 Semua Jenjang
2. Mengikuti pelatihan
prajabatan
2.1 04 STTPP 3 Semua Jenjang
2 PEMBELAJARAN/
BIMBINGAN DAN
TUGASTERTENTU
1. Melaksanakan proses
pembelajaran
1.1 05 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
2. Melaksanakan proses
bimbingan
2.1 06 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3. 3.1 07 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.2 08 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.3 09 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.4 10 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.5 11 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.6 12 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.7 13 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.8 14 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.9 15 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.10 15.a Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.11 16 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.12 17 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3.13 18 Laporan Penilaian Kinerja Paket Semua Jenjang
3 1. 1.1
a. 19 1. Surat tugas 2. Laporan
deskripsi hasil pelatihan 3.
Sertifikat
15 Semua Jenjang
b. 20 1. Surat tugas 2. Laporan
deskripsi hasil pelatihan 3.
Sertifikat
9 Semua Jenjang
KEGIATAN
Menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi atau yang
sejenisnya
Menyusun kurikulum pada satuan pendidikannya
Lamanya lebih dari 960 jam
Mengikuti diklat fungsional:
Lamanya antara 641 s.d 960 jam
Melaksanakan tugas lain
yang relevan dengan
fungsi sekolah /
madrasah.
LAMPIRAN I:
Doktor (S-3)
Magister (S-2)
Sarjana (S-1) / Diploma IV
RINCIAN KEGIATAN GURU DAN ANGKA KREDITNYA
PENDIDIKAN Mengikuti pendidikan
dan memperoleh
gelar/ijazah/akta
Melaksanakan
pengembangan diri
PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN
Pelatihan prajabatan fungsional bagi Guru Calon Pegawai
Negeri Sipil / program induksi
Merencanakan dan melaksanakan pembelajaran,
mengevaluasi dan menilai hasil pembelajaran, menganalisis
hasil pembelajaran, melaksanakan tindak lanjut hasil
pMeenrielanicaann paekmanb edlaanja mraenlaksanakan pembimbingan,
mengevaluasi dan menilai hasil pembimbingan, menganalisis
hasil pembimbingan, melaksanakan tindak lanjut hasil
pembimbingan
Menjadi Kepala Sekolah/Madrasah per tahun
Menjadi Wakil Kepala Sekolah/Madrasah per tahun
Menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang
sejenisnya
Menjadi kepala perpustakaan
Membimbing guru pemula dalam program induksi
Menjadi pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi, pendidikan terpadu
atau yang sejenisnya.
Menjadi wali kelas
Melaksanakan pembimbingan pada kelas yang menjadi
tanggungjawabnya (khusus Guru Kelas)
Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses
dan hasil belajar.
Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler
Menjadi pembimbing pada penyusunan publikasi ilmiah dan
karya inovatif
28
NO UNSUR SUB UNSUR KODE SATUAN HASIL
ANGKA
KREDIT
KEGIATAN PELAKSANA
c. 21 1. Surat tugas 2. Laporan
deskripsi hasil pelatihan 3.
Sertifikat
6 Semua Jenjang
d. 22 1. Surat tugas 2. Laporan
deskripsi hasil pelatihan 3.
Sertifikat
3 Semua Jenjang
e. 23 1. Surat tugas 2. Laporan
deskripsi hasil pelatihan 3.
Sertifikat
2 Semua Jenjang
f. 24 1. Surat tugas 2. Laporan
deskripsi hasil pelatihan 3.
Sertifikat
1 Semua Jenjang
1.2
a. 25 Surat keterangan dan laporan per
kegiatan
0.15 Semua Jenjang
b.
1) Menjadi pembahas pada kegiatan ilmiah 26 Surat keterangan dan laporan per
kegiatan
0.2 Semua Jenjang
2) Menjadi peserta pada kegiatan ilmiah 27 Surat keterangan dan laporan per
kegiatan
0.1 Semua Jenjang
c. 28 Surat keterangan dan laporan per
kegiatan
0.1 Semua Jenjang
2 2.1
a. 29 Surat keterangan dan makalah
pemrasaran
0.2 Semua Jenjang
b. 30 Surat keterangan dan makalah
pemrasaran
0.2 Semua Jenjang
2.2
a. 31 Buku 4 Semua Jenjang
b. 32 Karya tulis dalam majalah / jurnal
ilmiah
3 Semua Jenjang
c. 33 Karya tulis dalam majalah / jurnal
ilmiah
2 Semua Jenjang
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian
pada bidang pendidikan di sekolahnya,
diterbitkan/dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah
tingkat nasional yang terakreditasi.
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian
pada bidang pendidikan di sekolahnya,
diterbitkan/dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah
tingkat provinsi.
Lamanya antara 181 s.d 480 jam
Presentasi pada forum ilmiah
Menjadi pemrasaran/nara sumber pada seminar atau
lokakarya ilmiah
Menjadi pemrasaran/nara sumber pada koloqium atau
diskusi ilmiah
Kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi
dan/atau keprofesian guru
Lamanya antara 30 s.d 80 jam
Lamanya antara 81 s.d 180 jam
Lamanya antara 481 s.d 640 jam
Lokakarya atau kegiatan bersama (seperti kelompok
kerja guru) untuk penyusunan perangkat kurikulum dan
atau pembelajaran
keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, kologium
dan diskusi panel)
Kegiatan kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan
kewajiban guru
Melaksanakan publikasi Ilmiah hasil penelitian atau gagasan
ilmu pada bidang pendidikan formal.
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian
pada bidang pendidikan di sekolahnya,
diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk buku ber ISBN
dan diedarkan secara nasional atau telah lulus dari
penilaian BNSP.
Melaksanakan Publikasi
Ilmiah
29
NO UNSUR SUB UNSUR KODE SATUAN HASIL
ANGKA
KREDIT
KEGIATAN PELAKSANA
d. 34 Karya tulis dalam majalah / jurnal
ilmiah
1 Semua Jenjang
e. 35 Laporan 4 Semua Jenjang
f. 36 Makalah 2 Semua Jenjang
g.
1) Membuat Artikel Ilmiah Populer di bidang
pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan
pendidikannya dimuat di media masa tingkat
nasional
37 Artikel Ilmiah 2 Semua Jenjang
2) Membuat Artikel Ilmiah Populer di bidang
pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan
pendidikannya dimuat di media masa tingkat
provinsi (koran daerah).
38 Artikel Ilmiah 1.5 Semua Jenjang
h.
1) Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan
formal dan pembelajaran pada satuan
pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat nasional
yang terakreditasi
39 Artikel Ilmiah 2 Semua Jenjang
2) Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan
formal dan pembelajaran pada satuan
pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat nasional
yang tidak terakreditasi/tingkat propvinsi.
40 Artikel Ilmiah 1.5 Semua Jenjang
3) Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan
formal dan pembelajaran pada satuan
pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat lokal
(kabupaten/kota/ sekolah/madrasah dstnya).
41 Artikel Ilmiah 1 Semua Jenjang
2.3
a.
1) Buku pelajaran yang lolos penilaian oleh BSNP 42 Buku 6 Semua Jenjang
2) Buku pelajaran yang dicetak oleh penerbit dan ber
ISBN
43 Buku 3 Semua Jenjang
3) Buku pelajaran dicetak oleh penerbit tetapi belum
ber-ISBN.
44 Buku 1 Semua Jenjang
b.
Membuat buku pelajaran per tingkat/buku pendidikan per
judul:
Membuat Artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan formal
dan pembelajaran pada satuan pendidikannya.
Melaksanakan publikasi buku teks pelajaran, buku
pengayaan, dan pedoman Guru:
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian
pada bidang pendidikan di sekolahnya,
diterbitkan/dipublikasikan dalam majalah ilmiah tingkat
kabupaten/ kota.
Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian
pada bidang pendidikan di sekolahnya, diseminarkan di
sekolahnya, disimpan di perpustakaan.
Membuat makalah berupa tinjauan ilmiah dalam
bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan
pendidikannya, tidak diterbitkan, disimpan di
perpustakaan.
Membuat Tulisan Ilmiah Populer di bidang pendidikan
formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya.
Membuat modul/diktat pembelajaran per semester:
30
NO UNSUR SUB UNSUR KODE SATUAN HASIL
ANGKA
KREDIT
KEGIATAN PELAKSANA
1) Digunakan di tingkat Provinsi dengan pengesahan
dari Dinas Pendidikan Provinsi.
45 Modul /diktat 1.5 Semua Jenjang
2) Digunakan di tingkat kota/kabupaten dengan
pengesahan dari Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.
46 Modul / diktat 1 Semua Jenjang
3) Digunakan di tingkat sekolah/madrasah setempat 47 Modul / diktat 0.5 Semua Jenjang
c.
1) Buku dalam bidang pendidikan dicetak oleh
penerbit dan ber-ISBN.
48 Buku 3 Semua Jenjang
2) Buku dalam bidang pendidikan dicetak oleh penerbit
tetapi belum ber-ISBN.
49 Buku 1.5 Semua Jenjang
d. 50 Karya hasil terjemahan 1 Semua Jenjang
e. 51 Buku 1.5 Semua Jenjang
3 3.1
a. 52 Hasil karya 4 Semua Jenjang
b. 53 Hasil karya 2 Semua Jenjang
3.2
a. 54 Hasil karya 4 Semua Jenjang
b. 55 Hasil karya 2 Semua Jenjang
3.3
a.
1) Kategori kompleks 56 Alat pelajaran 2 Semua Jenjang
2) Kategori sederhana 57 Alat pelajaran 1 Semua Jenjang
b .
1) Kategori kompleks 58 Alat peraga 2 Semua Jenjang
2) Kategori sederhana 59 Alat peraga 1 Semua Jenjang
c.
1) Kategori kompleks 60 Alat Praktik 4 Semua Jenjang
2) Kategori sederhana 61 Alat Praktik 2 Semua Jenjang
3.4
a. 62 SK 1 Semua Jenjang
b. 63 SK 1 Semua Jenjang
4 PENUNJANG TUGAS
GURU
1
a. 64 Ijazah 15,00 Semua Jenjang
b. 65 Ijazah 10,00 Semua Jenjang
c. 66 Ijazah 5,00 Semua Jenjang
Mengikuti Kegiatan Penyusunan Standar/ Pedoman/
Soal dan sejenisnya pada tingkat nasional.
Mengikuti Kegiatan Penyusunan Standar/ Pedoman/
Soal dan sejenisnya pada tingkat provinsi.
Doktor (S-3)
Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang
diampunya:
Membuat alat peraga:
Membuat alat praktikum:
Mengikuti Pengembangan Penyusunan Standar, Pedoman,
Soal dan sejenisnya
Kategori kompleks
Sarjana (S-1) / Diploma IV
Membuat alat pelajaran:
Menemukan / menciptakan karya seni
Kategori sederhana
Membuat / modifikasi alat pelajaran / peraga / praktikum:
Menemukan teknologi tepatguna
Kategori Kompleks
Kategori Sederhana
Membuat karya hasil terjemahan yang dinyatakan oleh
kepala sekolah/madrasah tiap karya.
Membuat buku pedoman guru
Melaksanakan Karya
Inovatif
Membuat buku dalam bidang pendidikan:
Memperoleh gelar/ijazah
yang tidak sesuai
dengan bidang yang
diampunya Pascasarjana (S-2)
31
NO UNSUR SUB UNSUR KODE SATUAN HASIL
ANGKA
KREDIT
KEGIATAN PELAKSANA
2
a. 67 laporan 0.17 Semua Jenjang
b.
1) 68 SK 0.08 Semua Jenjang
2) 69 SK 0.08 Semua Jenjang
c.
1) 70 SK 1 Semua Jenjang
2) 71 SK 0.75 Semua Jenjang
d.
1) 72 SK 1 Semua Jenjang
2) 73 SK 0.75 Semua Jenjang
e. 74 DUPAK 0.04 Semua Jenjang
f. 75 2 Jampel 0.04 Semua Jenjang
3 3.1
a. 30 (tiga puluh) tahun 76 Sertifikat/Piagam 3 Semua jenjang
b. 20 (dua puluh) tahun 77 Sertifikat/Piagam 2 Semua jenjang
c. 10 (sepuluh) tahun 78 Sertifikat/Piagam 1 Semua jenjang
3.2 79 Sertifikat/Piagam 1 Semua jenjang
Menjadi tutor/pelatih/instruktur
Pengurus aktif
Anggota aktif
Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata / praktik industri
/ ekstrakurikuler dan yang sejenisnya
Sebagai pengawas ujian penilaian dan evaluasi terhadap
proses dan hasil belajar tingkat :
Menjadi anggota organisasi profesi, sebagai:
Menjadi anggota kegiatan kepramukaan, sebagai:
Menjadi tim penilai angka kredit
Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru:
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
Memperoleh Penghargaan/tanda jasa Satya Lancana
Karya Satya
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,
Melaksanakan kegiatan
yang mendukung tugas
guru
Anggota aktif
sekolah
nasional
Pengurus aktif
Memperoleh Penghargaan/tanda jasa
Perolehan
penghargaan/tanda jasa
E. E. MANGINDAAN
32
PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 16 TAHUN 2009
TANGGAL: 10 November 2009
JENJANG JABATAN / GOLONGAN RUANG DAN ANGKA KREDIT
III/c III/d IV/a IV/b IV/c IV/d IV/e
1 UNSUR UTAMA
A
1. Mengikuti pendidikan dan memperoleh gelar / ijazah / akta 200 200 200 200 200 200 200
2. Mengikuti pelatihan prajabatan
B
1. Melaksanakan proses pembelajaran
2. Melaksanakan proses bimbingan
3. Melaksanakan tugas laian yang relevan dengan fungsi
sekolah / madrasah
C
1. Melaksanakan pengembangan diri
2. Melaksanakan publikasi ilmiah
3. Melaksanakan karya inovativ
2 UNSUR PENUNJANG
1. Memperoleh gelar / ijazah yang tidak sesuai dengan bidang
yang diampunya
2. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru
200 300 400 550 700 850 1050
PROSENTASE MUDA MADYA UTAMA
Pendidikan
450 585 765
Pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
≤ 90% - 90 315
J U M L A H
≥ 10% - 10 20 35 50 65 85
E. E. MANGINDAAN
LAMPIRAN IV:
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
180
JUMLAH ANGKA KREDIT KUMULATIF MINIMAL
UNTUK PENGANGKATAN DAN KENAIKAN JABATAN / PANGKAT
GURU DENGAN PENDIDIKAN DOKTOR (S3)
NO. U N S U R
35
NO UNSUR SUB UNSUR KODE SATUAN HASIL PERTAMA MUDA MADYA UTAMA
1 PENDIDIKAN a. Doktor/Spesialis 2 Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V
b. Doktor/Spesialis 2 Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V
c. Magister/Spesialis 1 Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
d. Magister/Spesialis 1 Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
e. Sarjana/ Diploma IV Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
f. Sarjana/ Diploma IV Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
g. Diploma III /Sarmud Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
h. Diploma III /Sarmud Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
i. Diploma II /PGSLA/SGPLB Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
j. Diploma II /PGSLA/SGPLB Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
k. PGSLTP/ Diploma I Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
l. PGSLTP/ Diploma I Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
LAMPIRAN II KEPMENPAN NO. …………./2007
KEGIATAN
1. Mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan
memperoleh gelar/ijazah/
akta
m. SGO/SPG/Setara Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
n. Sertifikat pendidik Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
o. Sertifikat
kejuruan/keahlian/sejenis
Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
p. Sertifikat
kejuruan/keahlian/sejenis
Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
q. Mendapat gelar sarjana Yang tidak sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
a. Lamanya lebih dari 960
jam
Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
b. Lamanya 641 - 960 jam Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
c. Lamanya 481 – 640 jam Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
d. Lamanya 161 – 480 jam Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
e. Lamanya 81 - 160 jam Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
f. Lamanya 31 – 80 jam Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
g. Lamanya 10 – 30 jam Yang sesuai
dengan bidang
tugas
V V V V
Membuat
silabus
Setiap semester
V V V V
2 PEMBELAJARAN/
BIMBINGAN
DAN TUGAS
TERTENTU
Proses pembela-jaran dan
bimbingan
Merencanakan pembelajaran
atau bimbingan dan
konseling
2. Mengikuti Pendidikan dan
Pelatihan Kedinasan dan
Memperoleh Surat Tanda
Pendidikan dan Pelatihan
Membuat
rencana
pelaksana
an
pembelaj
aran.
Setiap semester
V V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
Menyelenggarakan
pembelajaran atau
bimbingan dan konseling
dengan mengembangkan
media pembelajaran/
bimbingan
di
kelasnya
Setiap semester
V V V V
Mengembangkan
pembelajaran sesuai mata
pelajaran atau bimbingan
dan konseling yang menjadi
tanggungjawabnya dengan
memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi
di
kelasnya
Setiap semester
V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
2 PEMBELAJARAN/
BIMBINGAN
DAN TUGAS
TERTENTU
Proses pembela-jaran dan
bimbingan
Merencanakan pembelajaran
atau bimbingan dan
konseling
Melakukan pembinaan
terhadap guru dibawah
jenjang jabatannya dalam
merencanakan pembelajaran
atau bimbingan dan
konseling.
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
menyelenggarakan
pembelajaran atau
bimbingan dan konseling
dengan mengembangkan
media
pembelajaran/bimbingan
Membuat alat ukur sesuai
mata pelajaran atau
program bimbingan dan
konseling.
Setiap kegiatan
V V V V
Membuat tes terstandar
sesuai mata pelajaran atau
program bimbingan dan
konseling.
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
Menyelenggarakan penilaian
dan evaluasi terhadap proses
dan hasil belajar pada mata
pelajaran yang diampunya
atau pada program
bimbingan dan konseling.
di
kelasnya
Setiap semester
V V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V V
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
membuat alat ukur dan tes
terstandar sesuai mata
pelajaran atau program
bimbingan dan konseling.
Menjadi panitia
penyelenggara penilaian
dan evaluasi terhadap proses
dan hasil belajar atau
program bimbingan dan
konseling.
Menyusun instrumen
penilaian dalam
penyelenggaraan penilaian
dan evaluasi terhadap proses
dan hasil belajar atau
program bimbingan dan
konseling
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
Menganalisis hasil penilaian
pembelajaran atau
bimbingan dan konseling yang
menjadi tanggungjawabnya.
Setiap kegiatan
V V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
Menyusun dan melaksanakan
program perbaikan dan
pengayaan atau tindak lanjut
bimbingan dan konseling
dengan memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi
Setiap semester
V V V V
Menjadi pengawas dalam
penilaian dan evaluasi
terhadap proses dan hasil
belajar atau program
bimbingan dan konseling.
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
menganalisis hasil penilaian
pembelajaran atau
bimbingan dan konseling.
Menyusun instrumen
penilaian dalam
penyelenggaraan penilaian
dan evaluasi terhadap proses
dan hasil belajar atau
program bimbingan dan
konseling
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
Melaksanakan
pengembangan
pembelajaran atau
bimbingan dan konseling
dengan memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi.
Setiap semester
V V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
Memfasilitasi pengembangan
potensi peserta didik atau
bimbingan dan konseling
untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang
dimiliki siswa di kelas yang
diampu.
Setiap semester
V V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
menyusun dan melaksanakan
program perbaikan dan
pengayaan atau tindak lanjut
bimbingan dan konseling.
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
pengembangan pembelajaran
sesuai mata pelajaran atau
bimbingan dan konseling
dengan memanfaatkan hasil
pemilaian dan evaluasi.
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
kegiatan memfasilitasi
pengembangan potensi
peserta didik atau bimbingan
dan konseling untuk
mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki siswa.
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
Membimbing siswa dalam
kegiatan ekstrakurikuler.
Setiap semester
V V V V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
tingkat
sekolah/m
adrasah
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
kabupaten
/kota
Setiap kegiatan
V V V
tingkat
provinsi
Setiap kegiatan
V V
tingkat
nasional
Setiap kegiatan
V
tingkat
sekolah/m
adrasah setiap karya
V V V V
tingkat
kabupaten
/kota setiap karya
V V V
tingkat
provinsi setiap karya
V V
tingkat
nasional setiap karya
V
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
kegiatan memfasilitasi
pengembangan potensi
peserta didik atau bimbingan
dan konseling untuk
mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki siswa.
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
membimbing siswa
melakukan ekstrakurikuler.
Melakukan pembinaan
terhadap guru di bawah
jenjang jabatannya dalam
kegiatan pengembangan
profesi.
Mengembangkan konsepkonsep
pendidikan yang
bermanfaat untuk
peningkatan mutu
pendidikan.
a. Menjadi Kepala
Sekolah/Madrasah
Setiap tahun
V V V
b. Menjadi Wakil Kepala
Sekolah/Madrasah
Setiap tahun
V V V
c. Mendapat tugas tertentu
di sekolah/madrasah (salah
satu)
1) Wali kelas Setiap tahun V V V V
2) Kepala instalasi Setiap tahun V V V V
3) Ketua jurusan /rumpun Setiap tahun V V V V
4) Kepala sanggar Setiap tahun V V V V
5) Ketua program studi Setiap tahun V V V V
6) Ketua bengkel Setiap tahun V V V V
7) Ketua unit produksi Setiap tahun V V V V
3. Melaksana-kan tugas di
wilayah terpencil
Setiap tahun
V V V V
3 PENGEMBANGAN
PROFESI
1.1. KTI berupa laporan
Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang dilakukan di
kelasnya
Berupa makalah,
tidak diterbitkan
disimpan di
perpustakaan.
V V V
1.2. KTI berupa laporan
penelitian eksperimen yang
dilakukan di kelasnya
Berupa makalah,
tidak diterbitkan
disimpan di
perpustakaan.
V V V
1.3. KTI berupa laporan
penelitian deskriptif
Berupa makalah,
tidak diterbitkan
disimpan di
perpustakaan.
V V V
1.4. KTI berupa laporan
kegiatan nyata yang
dilakukan di kelasnya
Berupa makalah,
tidak diterbitkan
disimpan di
perpustakaan.
V V V
2. Melaksana-kan tugas
tertentu di sekolah
Membuat karya tulis ilmiah
(KTI) di bidang pendidikan
formal dan pembelajaran
pada satuan pendidikannya.
1.5. KTI berupa gagasan
ilmiah dalam bidang
pendidikan formal dan
pembelajaran pada satuan
pendidikannya
Berupa makalah,
tidak diterbitkan
disimpan di
perpustakaan.
V V V
1.6.KTI berupa prasaran yang
disajikan pada forum ilmiah
Disajikan di
tingkat nasional. V V V
Disajikan di
tingkat Provinsi
(misalnya di
Dinas, LPMP,
termasuk yang
diseminarkan di
Perguruan
Tinggi).
V V V
Disajikan di
tingkat
kabupaten/kota.
V V V
1.7. KTI berupa buku
pembelajaran / pendidikan
Buku pelajaran
dicetak oleh
penerbit dan ber-
ISBN.
V V V
Buku pelajaran
dicetak oleh
penerbit tetapi
belum ber-ISBN.
V V V
Buku dalam
bidang
pendidikan
dicetak oleh
penerbit dan ber-
ISBN.
V V V
Buku dalam
bidang
pendidikan
dicetak oleh
penerbit tetapi
belum ber-ISBN.
V V V
1.8. KTI berupa modul
pembelajaran
Modul yang
digunakan di
tingkat Provinsi
dengan
pengesyahan dari
Dinas Pendidikan
Provinsi.
V V V
Modul yang
digunakan di
tingkat
kota/kabupaten
dengan
pengesyahan dari
Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten.
V V V
Modul yang
digunakan di
sekolah/madrasa
h.
V V V
Dimuat di media
masa tingkat
nasional
V V V
Dimuat di media
masa tingkat
Provinsi (koran
daerah)
V V V
1.9. KTI berupa Tulisan
Ilmiah Populer di bidang
pendidikan formal dan
pembelajaran pada satuan
pendidikannya
Dimuat di
jurnal/terbitan
nasional yang
terakreditasi.
V V V
Dimuat di
jurnal/terbitan
nasional yang
TIDAK
terakreditasi.
V V V
Dimuat di jurnal
tk lokal
(sekolah/madras
ah dstnya).
V V V
1.11. KTI berupa diktat
pelajaran
Diktat yang
diedarkan dan
digunakan dalam
pembelajaran
untuk setiap
semester
V V V
1.12. KTI hasil terjemahan Karya
terjemahan yang
dinyatakan
kegunaannya
oleh kepala
sekolah/madrasa
h tiap karya
V V V
2. Alat pelajaran 2.1. Alat praktik/praktikum Alat
praktik/praktiku
m kategori
kompleks
V V V
Alat
praktik/praktiku
m kategori
sederhana
V V V
2.2. Alat peraga Alat peraga
kategori
kompleks
V V V
1.10. KTI berupa artikel
ilmiah dalam bidang
pendidikan formal dan
pembelajaran pada satuan
pendidikannya
Alat peraga
kategori
sederhana
V V V
2.3. Alat bantu pembelajaran Alat bantu
pembelajaran
kategori
kompleks
V V V
Alat bantu
pembelajaran
kategori
sederhana
V V V
2.4. Alat bimbingan Alat bimbingan
kategori
kompleks
V V V
Alat bimbingan
kategori
sederhana
V V V
3. Karya Teknologi Tepat
Guna
3.1. Karya Teknologi Tepat
Guna Bidang Pendidikan di
Sekolah/Madrasah
Karya Teknologi
Tepat Guna
Bidang
Pendidikan di
Sekolah/Madrasa
h kategori
Kompleks
V V V
Karya Teknologi
Tepat Guna
Bidang
Pendidikan di
Sekolah/madrasa
h kategori
Sederhana
V V V
3.2. Karya Teknologi Tepat
Guna Bidang Kemanfaatan
Untuk Masyarakat
Karya Teknologi
Tepat Guna
Bidang
Kemanfaatan
Untuk
Masyarakat
kategori
Kompleks
V V V
Karya Teknologi
Tepat Guna
Bidang
Kemanfaatan
Untuk
Masyarakat
kategori
Sederhana
V V V
4. Karya Seni 4.1. Buku kumpulan cerpen
atau puisi
Setiap satu buku
kumpulan yang
berisi minimal 10
naskah cerpen
atau minimal 20
naskah puisi atau
minimal 10
naskah lagu
V V V
4.2. Buku naskah
teater/drama/skenario film
Setiap satu judul
buku naskah
teater/ drama/
skenario film
V V V
4.3. Buku cerita bergambar Setiap satu judul
buku cerita
bergambar
V V V
4.4. Cerita bergambar
bersambung
Dipublikasikan/
diterbitkan dan
memiliki ISBN,
atau setiap
naskah utuh
cerita bergambar
bersambung yang
dimuat dlm
media massa
daerah atau
nasional yang ber-
ISSN.
V V V
4.5. Kumpulan naskah
diterbitkan di media
Setiap kliping
dari majalah
atau koran yang
ber-ISSN yang
memuati minimal
10 naskah
cerpen, atau
minimal 20
naskah puisi atau
minimal 10
naskah lagu
V V V
4.6. Kumpulan Lagu Untuk kumpulan
lagu berupa hasil
rekaman (kaset,
cd, vcd) jumlah
minimal 5 lagu
dan diedarkan di
masyarakat
V V V
4.7. Seni Rupa Jumlah setiap
jenis minimal 3
karya yang
berbeda dan
telah
dipamerkan
minimal di
tingkat
kabupaten/kota
V V V
4.8. Pertunjukan Jumlah karya 1
kali pertunjukan
minimal tingkat
kabupaten/kota
V V V
Tk Nasional V V V
Tk Provinsi V V V
Tk
Kabupaten/Kota
V V V
Tk Nasional V V V
Tk Provinsi V V V
6. Mengikuti Kegiatan
Penyusunan Standar/
Pedoman/ Soal dan
Mengikuti Kegiatan
Penyusunan Standar/
Pedoman/ Soal dan
5. Melakukan kegiatan
berprestasi
Menjadi juara dalam lomba
pembelajaran dan lomba
ilmiah lainnya
a.
Mengajar/melatih/menatar
guru dan atau masyarakat
setiap jam
V V V V
b. Kegiatan kemasyarakatan
seperti :
sebagai
pengurus
aktif.
setiap tahun
V V V V
1) Koperasi sebagai anggota asketitfi.ap tahun V V V V
2) Dewan Kelurahan
3) Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga (PKK)
4) Karang Taruna
5) Pramuka
6) Keolahragaan / Kesenian
7) Majelis Ta’lim dan yang
sejenisnya.
c. Pengurus aktif Rukun
Warga (RW), Rukun Tetangga
(RT)
setiap tahun
V V V V
4 PENUNJANG
PROSES
BELAJAR
MENGAJAR
ATAU
BIMBINGAN
Pengabdian pada
masyarakat/Kegiatan Sosial
Kemasyakatan
LAMPIRAN VI: PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 16 TAHUN 2009
TANGGAL: 10 November 2009
II/a II/b II/c II/d III/a III/b III/c III/d
1 UNSUR UTAMA
A
1. Mengikuti pendidikan dan memperoleh gelar / ijazah / akta 25 25 25 25 25 25 25 25
2. Mengikuti pelatihan prajabatan
B
1. Melaksanakan proses pembelajaran
2. Melaksanakan proses bimbingan
3. Melaksanakan tugas laian yang relevan dengan fungsi sekolah
/ madrasah
C
1. Melaksanakan pengembangan diri
2. Melaksanakan publikasi ilmiah
3. Melaksanakan karya inovativ
2 UNSUR PENUNJANG
1. Memperoleh gelar / ijazah yang tidak sesuai dengan bidang
yang diampunya
2. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru
25 40 60 80 100 150 200 300
Pendidikan
E. E. MANGINDAAN
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,
Pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
≥ 10%
≤ 90% - 13.5 112.5 157.5
5.5 27.5
31.5
J U M L A H
247.5
7.5 12.5 17.5
49.5 67.5
- 1.5 3.5
JUMLAH ANGKA KREDIT KUMULATIF MINIMAL
UNTUK PENGANGKATAN DAN KENAIKAN PANGKAT
GURU DENGAN PENDIDIKAN SLTA / DIPLOMA I
JENJANG PANGKAT / GOLONGAN RUANG DAN ANGKA KREDIT
NO. U N S U R PROSENTASE
41