Kamis, 26 Januari 2012

Trik Ajarkan Pendidikan Seks Sejak Dini

Kurangnya pengetahuan seks memicu keingintahuan berlebih pada remaja.

Sebagian besar remaja Indonesia tak memiliki pengetahuan mengenai seksual dan bahkan menjalani gaya hidup seks bebas. Kehidupan inilah yang menyebabkan generasi muda rentan terkena penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.

 

Tak mengherankan sebagian besar pengidap HIV/AIDS berada di usia produktif, yakni 20-29 tahun.

Secara gamblang, seksolog dan psikolog Baby Jim Aditya memaparkan beragam SMS yang ia terima setiap hari di sela-sela presentasinya pada seminar 'Getting to Zero: Zero New infections, Zero Discrimination, and Zero AIDS Related Death'. Mayoritas menanyakan apakah perilaku seks bebas mereka akan menyebabkan kehamilan, atau tertular HIV/AIDS.

Menurut Baby Jim kurangnya pengetahuan seksual pada anak remaja memicu keingintahuan berlebih pada anak. Apalagi, orang tua kerap kali tertutup soal seks. Alhasil, mereka memuaskan rasa keingintahuan mereka dengan bertanya pada teman, atau mencarinya di internet yang belum tentu menyediakan informasi yang benar.

Batasan-batasan dalam pacaran pun tidak jelas. Kebanyakan remaja mengetahui informasi yang salah dari internet, sedangkan tidak ada informasi yang benar agar anak tidak bingung. "Tanya sama orang tua enggak mungkin, harus ada pendidikan seks yang masuk dalam kurikulum karena cakupannya luas," ujarnya.

Sementara itu, tak jarang orang tua mendiskriminasikan pendidikan seks sesuai gender. Banyak yang menganggap bahwa pemeliharaan kesehatan reproduksi hanya tanggung jawab wanita.

"Banyak keluarga mengajarkan anak perempuan untuk menjaga keperawanannya, tapi sedikit orang tua yang mengajarkan anak laki-laki untuk menjaga keperawanan anak orang lain." tegasnya. Padahal, kerap kali hubungan seks terjadi karena paksaan dari pihak laki-laki.

Inilah mengapa orang tua harus menjadi komunikator handal untuk mengajarkan norma-norma perilaku sosial terutama yang berhubungan dengan perilaku seks. Pendidikan seks yang baik adalah yang dimulai sejak dini. Dimulai dari proses pengenalan tubuh agar anak mengenal tubuh mereka masing-masing sehingga mereka dapat menghargai tubuh orang lain.

Dalam proses pengenalan ini, orang tua juga harus mengetahui masa-masa pengenalan organ seksual anak yang dimulai sejak mereka lahir. "Kesadaran anak akan seks sebenarnya sudah terbentuk saat dia masih bayi. Ada masa oral, anal, dan genital," paparnya.
Saat anak masih bayi semua dirasakan dengan mulut karena pada saat usia 0-1 tahun dia mengenal area kenikmatan itu hanya mulut, itulah mengapa ketika dewasa ada yang dinamakan oral seks.

Lalu, mereka merasa lega saat buang air besar, menangis ketika tidak dibersihkan. Ketika dibersikan otot-otot anusnya disentuh dan dia merasa seneng. Itulah mengapa anus termasuk salah satu organ seksual.

Masa genital anak ketika anak masuk diusia 4 tahun. "Pada usia tersebut mereka tahu kalau bagian genital disentuh itu enak, makanya banyak anak yang suka memegang alat kelaminnya. Semua itu terekam dibenak mereka. Jadi, sejak dia lahir pun Anda sudah bisa ngajarin."

Mengajarkan anak tentang seks juga tak melulu harus dibicarakan secara serius. "Ketika mandi bersama anak pun, Anda bisa memberikan pengajaran dengan menamai organ-organ tubuhnya termasuk organ seksualnya dengan nama yang standar."

Menurutnya, hal ini dapat mencegah ia bertanya pada teman-temannya yang juga belum faham akan masalah tersebut. "Sembari memperkenalkan organ tubuh, orang tua bisa menanamkan nilai dengan mengatakan 'sayang ini payudara, bokong, dan vagina atau penis hanya kamu sendiri yang boleh sentuh. Kalau ada orang yang megang-megang bagian itu langsung teriak."

Secara langsung, ia menambahkan, Anda mengajarkan life skill baik pada anak laki-laki atau perempuan untuk menghargai tubuhnya dan tubuh orang lain.